SAMOSIR, MediaTransparancy.com – Sekelompok pegiat lingkungan yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Cinta Indonesia (LSM GRACIA) saat ini sedang merampung sebuah konsep rencana program pemberdayaan lahan-lahan terlantar perbukitan yang mengelilingi Danau Toba. Program yang dinamai “Gelmara” atau Gerakan Lingkungan Memakmurkan Rakyat itu nantinya memadukan antara kepentingan lingkungan dengan kepentingan rakyat. Lingkungan perlu lestari dan rakyat perlu sejahtera.
Adalah fakta bahwa lahan sekeliling Danau Toba tersedia cukup luas. Tetapi lahan yang luas itu seperti tidak membawa manfaat apa-apa bagi masyarakatnya.
“Kita harus membuat satu terobosan terhadap situasi ini. Kalau tidak, maka masyarakat Kawasan Danau Toba akan terus tertinggal dan menjadi penonton,” ujar Paul Manjo Sinaga, dalam satu perbincangan dengan Hisar Sihotang, Sekjen LSM Gracia tatkala mengujungi kantor LSM tersebut di Tanjung Periuk, bulan Febrauri 2024 yang lalu.
Kedatangan Paul Manjo Sinaga pada siang hari itu, selain membicarakan soal program kegiatan lingkungan, juga melaporkan mengenai perkembangan rencana pembentukan pengurus LSM Gracia DPD Sumatera Utara.
“Oh, bagus itu bang. Kami DPP siap mendukung,” ujar Hisar Sihotang mengenai persetujuannya dan dukungannya.
Berita dukungan tersebut langsung disampaikan Paul Manjo Sinaga kepada rekan-rekannya yang ada di Sumut. Atas informasi itu, menurutnya, disambut dengan antusias.
Gerakan Lingkungan Memakmurkan Rakyat
Dalam pemaparan Paul Manjo Sinaga kepada Hisar Sihotang, pada intinya menekankan dua hal mengenai keberhasilan program itu. Pertama, harus memiliki manfaat ekonomi dalam jangka pendek. Yang kedua, secara budaya, harus sejalan dengan konsep sebuah ‘Masyarakat Huta’ mengingat lahan-lahan yang terlantar adalah milik warga kampung itu sendiri.
Dari pengalaman empirisnya, Paul Manjo Sinaga berpendapat, bahwa kedua faktor itu menjadi penentu berhasil tidaknya sebuah program. Terhadap hal itu, selanjutnya Paul Manjo Sinaga telah memiliki tanaman Sereh Wangi yang memiliki manfaat ekonomi dalam jangka pendek.
Untuk ini, Paul Manjo Sinaga pun menyampaikan sebuah usaha UMKM ekonomi kreatif yang dikelola Tomu Raja Tamba di Huta Lumban Pokko, Desa Sijambur-Ronggur Nihuta.
“Tanaman Sereh Wangi, selain akarnya memiliki unsur konservasi, dalam waktu tidak sampai satu tahun sudah dapat memberi hasil ekonomi. Dan sebagai tanaman yang memiliki nilai ekonomi jangka pendek. Lalu agar Sereh Wangi memiliki jaminan budidaya, dia harus dijadikan bagian tanaman sebuah Porlak Batak,” terang Paul Manjo Sinaga kepada Hisar Sihotang, mengenai konsep program lingkungan yang telah lama digagasnya itu.
Porlak Batak
Pada masa lalu, masyarakat Batak yang mendiami satu kampung pasti memiliki tempat penopang kehidupan sehari-hari yang disebut porlak. Oleh karena fungsinya, porlak sudah pasti dijaga dan dirawat oleh masyarakat kampung itu sendiri.
Mengingat fungsinya yang demikian, porlak ini sangat beralasan sebagai model kegiatan konservasi lingkungan.
Atas penjelasan Paul Manjo Sinaga, Hisar Sihotang tidak hanya setuju dengan dua alasan tersebut, malah merasa optimis program ini akan memiliki jaminan untuk berhasil.
“Manfaat ekonomi yang didapat dalam jangka pendek dan adanya jaminan secara budaya atas eksistensi porlak, tentu saya optimis program Gelmara ini akan terwujud,” ujarnya ketika diminta pendapatnya atas usulan Program Gelmara itu.
Walau tetap bersikap kristis, Hisar Sihotang menyarankan agar DPD LSM GRACIA Sumut perlu mematangkan program tersebut, karena pada akhirnya mereka sendirilah eksekutornya.
“Kawan DPD LSM GRACIA Sumut perlu mematangkan rencana itu, agar dalam pelaksanaanya saling mendukung di sesama pengurus,” ujar Hisar Sihotang.
“Yang jelas, yang seperti inilah sejatinya bentuk ideal dari visi misi lemabaga ini,” lanjutnya.
Insentif Jangka Pendek
Citronella yang terkandung dalam daun Sereh Wangi, adalah tanaman yang memiliki manfaat ekonomi jangka pendek. Manfaat ekonomi citronella itu didapat dengan cara menyuling sekitar 5 jam. Setelah ditanam 6 bulan, daun Sereh Wangi sudah dapat dipanen. Setelah itu, panenan dilakukan setiap 3 bulan, selama usia produktif berkisar 5 atau 6 tahun.
Produktivitas 1 ha adalah 20 ton daun. Setiap 100 kg daun akan menghasilkan kira-kira 1kg contronella. Berarti dari luas 1 ha akan menghasilkan 20.000 ton daun atau 200 kg citronella.
Dengan asumsi, seluruh citronella diolah menjadi Produk Ekonomi Kreatif (PEK) dimana 1 kg citronella memiliki nilai jual Rp. 500.000,-/kg, maka setiap bulan porlak seluas 1 ha akan memberi nilai ekonomi sebesar 20.000 /100 kg citronella x Rp. 500.000 = Rp. 100.000.000.
Lalu, dengan mengasumsikan mengurangkan biaya sekitar 50% dari hasil, maka warga masyarakat akan memperoleh hasil sebesar Rp. 50.000.000 setiap bulannya (hasil dapat ditingkatkan dengan menambah jumlah tanaman).
Satu Huta Satu Porlak
Mewujudkan ‘Satu Huta Satu Porlak’ di perbukitan pinggir Danau Toba, bukanlah hal yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Walau berat dan berliku, tapi dengan tekad terwujudnya sebuah visi misi, hal yang tidak mungkin tentu akan menjadi mungkin.
Menjadikan seluruh perbukitan Danau Toba menghijau berbentuk “Porlak Rakyat”, selain bernilai estetika, sekali gus juga memberi daya dukung terhadap “Program Superprioritas Destinasi Wisata Utama” Kawasan Danau Toba. Inilah mimpi mimpi LSM GRACIA, yang tentunya mimpi setiap warga bumi, tak terkecuali warga penghuni bukit-bukit pinggiran Danau Toba.
“Mari kawan-kawan DPD Sumut, sama-sama kita wujudkan ‘1000 Porlak Rakyat KDT’ di sekelingling Danau Toba. Bila itu terwujud, maka itu akan menjadi warisan paling berharga kepada anak cucu kita,” ajak Hisar Sihotang sambil menyemangati kawan-kawanya yang di Sumut.
Penulis: Redaksi