SIBOLGA, MediaTransparancy.com – Galian tanah yang terletak di Jalan Sibuni-Buni, Kelurahan Angin Nauli, Kota Sibolga terus menuai kritikan. Bagaimana tidak, galian tanah yang ditenggarai tidak memiliki izin resmi dari pemerintah setempat tersebut telah meresahkan dan merugikan banyak pihak.
Jika musim penghujan, warga sekitar galian tanah tersebut mengalami dampak buruk air bercampur lumpur akan masuk ke rumah warga. Sebaliknya, jika musim panas, debu beterbangan ke rumah penduduk sekitar.
Sementara itu, MediaTransparancy.com bersama-sama dengan beberapa media lainnya yang melakukan konfirmasi kepada Dinas Perizinan Kota Sibolga, diketahui bahwa galian tanah tersebut tidak memiliki izin resmi.
“Tambang itu tidak pernah berurusan dengan Pemkot Sibolga. Soal perizinan tambang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, bukan kota,” ungkap salah seorang Kabid bermarga Manurung.
Sementara itu, Lurah Angin Nauli, Nelly Simamora yang dikonfirmasi mengaku adanya pertambangan di wilayahnya yang tidak memiliki izin. Ia menyebut, bahwa persoalan itu mencuat ke publik setelah terjadi pertikaian antara Maruli Siregar dan pihak Parsaoran Lumbantobing CS.
“Dari pertikaian antara Maruli dan Parsaoran Lumbantobing itulah masyarakat mengetahui bahwa galian tersebut tidak memiliki izin,” ungkap Nelly.
Sesuatu yang sangat menggelitik, sebagai Lurah, Nelly Simamora justru “membiarkan” galian tanah tak berizin tersebut tetap beroperasi dan tidak memperdulikan dampak yang ditimbulkan kepada warga sekitar.
Hal yang luar biasa menggelitik diutarakan oleh pihak Polres Kota Sibolga yang menyebut bahwa pihak penggali dilokasi tersebut adalah orangnya Bupati.
Menanggapi riuhnya suasana masyarakat Sibolga yang terdampak akibat galian tak berizin di Jalan Sibuni-Buni, Kelurahan Angin Nauli, Kota Sibolga, Sekjen LSM Gerakan Cinta Indonesia (GRACIA), Hisar Sihotang mengungkapkan, bahwa aturan hukum dan perundang-undangan di Kota Sibolga hanya barang mainan.
“Saya tidak bisa membayangkan ada galian tanah tidak berizin dan telah menimbulkan dampak lingkungan yang serius hanya dipelototi oleh pejabat setingkat Lurah, bahkan kepala daerah (Walikota) itu sangat luar biasa. Seakan-akan republik ini tidak miliki aturan,” ujarnya.
Dikatakan Hisar, sesuatu yang sangat miris adalah, aparat hukum sendiri, yakni Polres Sibolga tidak memiliki keberanian menindak pelanggar aturan di wilayah hukumnya.
“Bagaimana pihak Polres Sibolga mengatakan kalau pihak penggali di areal Jalan Sibuni-Buni adalah orangnya bupati, sehingga mereka tidak mampu untuk menindaknya. Ini sungguh luar biasa. Aturan perundang-undangan seakan-akan barang dagangan,” katanya, seraya menduga-duga siapa gerangan bupati yang dimaksud.
Hisar Sihotang mengungkapkan, bahwa negara ini adalah negara hukum, bukan negara kaleng-kaleng.
“Apakah kalau keluarga bupati atau walikota tidak bisa dijerat hukum apabila melanggar? Apakah Kota Sibolga itu milik pribadi atau perorangan sehingga bisa berlaku sesuka hati?” tanyanya.
Hisar juga merasa miris terkait adanya proses hukum yang dilakukan oleh pihak penggali, yakni gugatan class action di Pengadilan Negeri Sibolga.
“Sungguh sangat disayangkan apabila hakim Pengadilan Negeri Sibolga memproses laporan (class action) yang dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan kegiatan tanpa memiliki legalitas yang jelas. Hukum di negara kita ini sudah semakin runyam,” tuturnya.
Demi mengembalikan harkat dan martabat serta kepentingan warga Jalan Sibuni-Buni yang selama ini terinjak-injak oleh sekelompok orang yang merasa berkuasa dan mendapat dukungan dari pejabat pemerintah setempat, Hisar meminta aparat Pemerintah Pusat untuk melakukan langkah kongkrit.
“Agar tidak ada lagi warga Sibolga yang merasa tertindas oleh pihak yang mengaku penguasa, kita akan bawa permasalahan ini ke ranah yang lebih tinggi, yakni Kementerian Lingkungan Hidup/Kehutanan, Kementerian ESDM RI, Kemendagri dan Mabes Polri di Jakarta untuk dilakukan penyelidikan dan penelitian sehingga rasa aman untuk masyarakat Sibolga, khususnya warga Jalan Sibuni-Buni akan mereka dapatkan,” paparnya.
Penulis: Redaksi