TRANSPARANSI, BANDA ACEH – Kementerian Hukum (Kemenkum) Aceh terus menggeber upaya percepatan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KMP) di seluruh pelosok Aceh. Peran vital notaris menjadi fokus utama dalam mendorong legalitas dan operasionalisasi KMP, sebagai bagian dari program ekonomi kerakyatan yang digagas pemerintah.
Hal ini diungkapkan oleh Kakanwil Kemenkum Aceh, Meurah Budiman saat memberikan penguatan kepada Notaris terkait pendirian Koperasi Merah Putih pada Jumat, 30 Mei 2025 secara virtual. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh perwakilan MPD dan Notaris se-Aceh.
“Langkah ini sejalan dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, serta regulasi pendukung lainnya,” jelas Meurah Budiman.
Provinsi Aceh memiliki potensi besar dengan 6.497 desa yang tersebar di 23 kabupaten/kota. Untuk mendukung pembentukan KMP, Kemenkum Aceh memanfaatkan keberadaan 257 notaris yang tersebar di berbagai daerah, meskipun terdapat disparitas jumlah notaris di beberapa wilayah.
Hingga 30 Mei 2025, progres sosialisasi KMP secara keseluruhan di Aceh telah mencapai 94,58%, dengan musyawarah desa khusus (Musdesus) mencapai 61,64%. Meurah Budiman pun menegaskan pentingnya kolaborasi dalam mempercepat pembentukan KMP.
“Kami mengoptimalkan peran notaris sebagai garda terdepan dalam proses pengesahan badan hukum KMP. Ini adalah komitmen kami untuk mewujudkan kemandirian ekonomi desa melalui koperasi yang kuat dan berlandaskan hukum,” ujar Meurah Budiman, dalam paparannya mengenai peran notaris.
Ia juga menambahkan bahwa sinergi dengan Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (Pengwil INI) terus diperkuat untuk memastikan setiap proses pembuatan akta KMP sesuai dengan aturan dan aspek akuntabilitas.
Meskipun progres positif, beberapa potensi kerawanan masih menjadi perhatian Kemenkum Aceh. Hal ini meliputi adanya kebijakan Pemda terkait notaris dalam pembuatan akta KMP, kelengkapan dokumen hasil Musdesus, kecermatan notaris, hingga potensi korupsi dalam biaya pembuatan akta. Selain itu, beban kerja notaris yang berlebihan dan kurangnya pemahaman warga desa mengenai administrasi awal juga menjadi tantangan.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Kemenkum Aceh telah menetapkan beberapa kebijakan. Di antaranya adalah melakukan brainstorming dengan pemerintah daerah terkait tugas dan kewenangan masing-masing, menjembatani kendala yang muncul, dan mengoptimalkan pengawasan berjenjang mulai dari notaris hingga Majelis Pengawas Pusat Notaris (MPPN).
Meurah Budiman kembali menekankan pentingnya integritas notaris sebagai pejabat publik.
“Kami mengimbau seluruh notaris untuk senantiasa menjaga integritas dan soliditas. Pahami bahwa kewenangan yang melekat dalam jabatan notaris membawa dampak atas produk yang dikeluarkan,” tutupnya.
Dengan sinergi dan komitmen semua pihak, diharapkan target percepatan pendirian dan pengesahan KMP di Aceh dapat tercapai, membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat desa.