banner 728x250

Pemilik Sekolah Lentera Kasih Tedja Widjaja Lakukan Penipuan Dan Penggelapan

judul gambar

JAKARTA, MEDIATRANSPARANCY.COM -Sidang kasus penipuan dan penggelapan tanah milik Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 (UTA’45) dengan pemilik sekolah lentera kasih yaitu terdakwa Tedja Widjaya, kembali digelar dengan agenda pembacaan eksepsi oleh pengacara terdakwa dihadapan majelis hakim pimpinan DRS Tugiyanto BC IP SH.MH didampingi Hakim Anggota Salman Alfaris SH dan Hakim Mulyadi SH MH, di Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Utara, Kamis (25/10).

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU), Fedrik Adhar SH, mengajukan terdakwa Tedja Widjaja, dipersidangan melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan. Perjanjian kerjasama Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus dengan PT Graha Mahardika yang ditanda tangani terdakwa Tedja Widjaja dan Dedy Cahaya perwakilan dari UTA’45.

judul gambar

Kerjasama ini dimanfaatkan terdakwa Tedja Widjaja, untuk penggelapan tanah lahan milik Yayasan Perguruan Tinggi 17Agustus 1945 (UTA’45). Terdakwa memecah sertifikat lahan tanah milik Yayasan UTA’45 seluas 3,2 hektar (ha) dan hasil penggelapan ini dilakukan pada tahun 2010 terdakwa Tedja Widjaja meraup keuntungan tanah Yayasan sekitar Rp 60 milliar
dan Terdakwa Tedja Widjaja juga tidak hanya menjual tanah tersebut melainkan menjadikannya sebagai tanggungan hutang atau agunan tanah milik Yayasan UTA’45.

Akhirnya Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945, membongkar kejahatan terdakwa Tedja Widjaja melakukan persekongkolan dengan Dedy Cahyadi. Dedy Cahyadi diberhentikan dengan tidak hormat pada tahun 2016.

Tragisnya, Dedy Cahyadi, menghilang dan menjadi buronan polisi dan belum tertangkap hingga kini dalam kasus kejahatan penggelapan lahan milik Kampus UTA’45. Kasus ini dilaporkan pihak Yayasan UTA’45ke Polda Metro Jaya untuk diproses secara hukum. Terdakwa dikenakan pasal 378 dan 372 KUHP.Dalam eksepsi terdakwa Tedja Widjaya, dihadapan majelis hakim pimpinan Tugiyanto, pengacara terdakwa pada intinya meminta membatalkan surat dakwaan terdakwa.

Sedangkan Ketua Dewan Pembina Uta ’45, Dr. Rudyono Darsono, yang langsung diminta keterangan oleh rekan-rekan media, mengenai pernyataan yang dibuat di notaris oleh Bambang Prabowo SH, adik dari almarhum Prof.Dr Thomas Noach Peea, NN, ex. Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, mantan kuasa hukum usaha terdakwa Tedja Wijaya dan Lindawati Lesmana (istri Tedja), menyatakan secara terbuka tentang pemalsuan dan rekayasa baik hukum maupun surat-surat dokumen, membongkar penyuapan pengurusan pemecahan PBB – P2 atas lahan Yayasan UTA’45.Ketua Rudyano sangat kaget, mendengar Bahwa Bambang Prabowo siap menjadi saksi fakta atas kejahatan yang dilakukan terdakwa Tedja Widjaya selama ini

“jujur saya kaget, saya tidak kenal siapa itu Bambang Prabowo. Nama Bambang Prabowo yang saya kenal yaitu nama kuasa hukum Tedja Widjaja. Saya kenal dia saat proses rehabilitasi Yayasan di Kemenkumham di kantor BPN Jakut, dan dikantor UPPRD Tj priok,” ujar Rudyono

Lebih kaget lagi, Rudyono menyatakan bahwa yang bersangkutan siap menjadi saksi fakta, rekayasa pemalsuan yang dilakukan terdakwa Tedja Widjaja. “Saksi menyatakan sangat siap menjadi saksi fakta,” yang mana dalam surat tersebut tetulis bahwa telah ada tindak pidana pemalsuan dan penggunaan surat palsu penyuapan,penipuan dan TPPU,” ungkap Rudyono.Sementara keterlibatan oknum pejabat yang membantu proses pemecahan lahan tersebut, awak media meminta inisial pejabat.Rudyono mengatakan tidak perlu inisial

“Tidak perlu inisial, Ini bukan lagi inisial, ini pernyataan resmi dari pelaku. Saudara Bambang Prabowo, mengaku bersama sama dengan Tedja Widjaja dan coleganya Profesor Doktor Thomas Noach Peea, bersama sama bernegosiasi dan memberikan sejumlah uang kepada kepala UPPRD Tj Priok sdr. Simon Panjaitan,” tegas Rudyono.

“karna ini pengakuan yang dibuat di notaris.Jadi saya rasa tidak usah ada yang disembunyikan atau menggunakan inisial.
Nominalnya dicatatan saya, terima 1 miliar rupiah, untuk digunakan proses pemalsuan surat pemecahan PBB dan untuk segala macam disana tanpa prosedur, jadi tidak melalui prosedur. Karena kalau secara prosedurnya PBB itu tidak bisa dipecah oleh pihak lain diluar pemegang hak, jadi kalau semua orang bisa mengajukan untuk pemecahan PBB orang lain, kacau negara ini,” ujarnya.

Selain itu, Rudyono mengatakan sudah mengajukan baik perdata, pidana umumnya maupun pidana korupsinya, sudah ajukan jadwal dan tinggal menunggu panggilan.

“kita tinggal menunggu kapan kita bisa diterima dengan pihak KPK dan pihak gedung bulat Kejaksaan Agung, mengenai laporan ini,”ujar Rudyono yang mengatakan, pengajuan ini sesuai dengan norma hukum di Indonesia.

“kita sama sama komit untuk mengapus korupsi di Indonesia.” tegas Rudyono Darsono.

Reporter:Nico

judul gambar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *