JAKARTA, MediaTransparancy | Ada apa denganmu majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pimpinan Sorta Ria Neva SH MH. Agenda persidangan pembacaan putusan kasus judi online (judol) terbesar di Indonesia, kok tiba-tiba harus ditunda lagi sampai hari ini Rabu (17/12/2025) oleh karena majelis hakim belum memiliki hingga harus meminta alat bukti tertulis lagi kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara.
“Kami tentu saja tidak bisa memutuskan perkara ini, bahkan bermusyawarah pun belum, karena alat bukti tertulis kasus ini belum ada pada kami,” demikian salah satu anggota majelis hakim, Kamis (11/12/2025). “Alat-alat bukti tertulis tersebut bakal membuat terang benderang perkara ini,” katanya menambahkan.
Bersamaan dengan itu, entah dimaksudkan atau ditujukan untuk siapa, Ketua Majelis Hakim Sorta Ria Neva memperingatkan siapa pun agar jangan ada yang menghubungi majelis hakim selama tenggang waktu penundaan pembacaan putusan kasus tersebut. “Jangan ada yang menghubungi hakim, siapa pun, majelis hakim tidak mau diintervensi dalam memutuskan perkara judol ini ya,” katanya mengultimatum.
JPU sendiri rupanya selalu membawa alat-alat bukti surat untuk perkara bapak-anak Firman Hertanto alias Aseng, Komisaris PT Arta Jaya Putra (AJP) dan Rico Hertanto, Dirut PT AJP. Selanjutnya alat-alat bukti itu diserahkan begitu banyak kepada majelis hakim kendati masih ada saja yang harus dilengkapi.
Dalam kesempatan itu, tim penasihat hukum kedua terdakwa meminta pula dilengkapi bukti-bukti transfer uang judol. Namun anggota majelis hakim lainnya menyatakan bahwa ketika pemeriksaan saksi-saksi, terutama saksi fakta, JPU sudah menunjukan alat-alat bukti untuk membuktikan surat dakwaannya. Jadi, katanya, tidak perlu diminta lagi alat bukti transfer tersebut pada saat agenda sidang pembacaan putusan. “Semuanya sudah kita dengar dan lihat pada sidang-sidang sebelumnya,” katanya.
JPU Suwandi dari Kejaksaan Agung mengaku agak heran pula melihat sikap majelis hakim pimpinan Sorta Ria Neva yang meminta alat bukti tertulis pada saat agenda persidangan pembacaan putusan. “Baru kali ini saya alami seperti ini. Ada baiknya hal ini dikonfirmasi kepada Humas PN Jakarta Utara, apakah sikap majelis hakim ini normatif atau ada tujuan tertentu,” ujarnya.
Humas PN Jakarta Utara, sebagaimana yang dialami sebelum-sebelumnya, tidak pernah bisa dikonfirmasi. Kedua Humas tersebut selalu berdalih sedang bersidang, kendati di tiap ruang sidang PN Jakarta Utara tidak ada persidangan.
JPU Subhan Noor Hidayat SH MH menambahkan bahwa pihaknya yang dititipi alat-alat bukti tertulis tersebut selalu membawanya pada setiap persidangan kasus judol itu. Namun selama ini majelis hakim tidak pernah memintanya sehingga dibawa pulang kembali untuk kemudian dibawa lagi pada sidang berikutnya begitu seterusnya.
Akibatnya, persidangan berangendakan pembacaan putusan Kamis (11/12/2025) pekan lalu terpaksa ditunda sampai hari ini, Rabu (17/12/2025). Bersamaan dengan itu, entah kepada siapa, Sorta memperingatkan agar jangan ada yang menghubungi majelis hakim selama tenggang waktu penundaan pembacaan putusan tersebut. “Kami tidak mau diintervensi siapa pun,” tegasnya.
“Kami terus terang kurang paham dengan sikap majelis hakim kali ini. Barang bukti berupa surat-surat ini seluruhnya sudah kami tunjukan pada persidangan sebelumnya. Jika saksinya si A, misalnya, alat-alat bukti tertulis terkait si A kami tunjukan di persidangan pemeriksaan saksi A. Begitu kami lakukan selama ini juga terhadap saksi-saksi lainnya,” tutur Subhan.
Dia mengaku baru kali ini mengalami dan melihat sidang pembacaan putusan terpaksa ditunda hanya karena alat bukti surat belum diserahkan kepada majelis hakim. “Padahal, sebelumnya kan sudah mengalami penundaan, kenapa tidak sebelumnya diminta kalau memang dibutuhkan majelis hakim,” ujarnya.
Barang bukti perkara judol yang disebut terbesar di Indonesia itu, termasuk alat bukti tertulis, disebutkan Subhan memang dititipkan ke jaksa. Namun dengan dimintanya alat-alat bukti tersebut agar majelis bisa bermusyawarah, menjadikan suasana persidangan mengesankan jaksa seolah menahan-tahan alat bukti tertulis tersebut. Bahkan ada pula kesan jaksa tidak atau kurang profesional laksanakan persidangan.
Subhan menyebutkan, barang bukti semua perkara ada sama jaksa/Kejaksaan. Dalam hukum acara pun alat-alat bukti ditunjukkan di dalam persidangan. “Barang bukti itu sendiri dibawa jaksa karena pengadilan menitipkannya namun siap dihadirkan di persidangan untuk pembuktian. Masalah baru ada kalau jaksa tidak menghadirkan barang bukti saat sidang. Yang terjadi ini kan bukan begitu. Kalau majelis hakim butuh barang bukti perkara yang mau diputuskan seharusnya sebelum agenda pembacaan putusanlah diminta. Jaksa siap kok menyerahkannya. Bagi jaksa juga bakal lebih enak apabila tidak simpan-simpan barang bukti dan alat-alat bukti tertulis di kantor,” tutur Subhan Noor Hidayat.















