banner 728x250

Alat Bukti Persidangan Hanya Surat Penghentian Penyelidikan Seharusnya Berkas Perkara Dakwaan Laporan Palsu Tidak Layak Disidangkan

judul gambar

MEDIATRANSPARANCY -Perkara laporan palsu yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum ((JPU) Abdul Rauf, kepada Arwan Koty, seharusnya tidak layak disidangkan alias dipaksakan karena sesuatu hal. Berkas perkara yang ditengarai direkayasa dengan melampirkan alat bukti surat ketetapan atau STap Surat Penghentian Penyelidikan, dimana surat ketetapan tersebut belum berdampak hukum. Oleh karena alat bukti yang tidak relevan atau belum berdampak hukum tersebut sehingga menjadikan Arwan Koty terzalimi dan terdakwa.

Dalam perkara Arwan Koty, sejumlah saksi yang diperiksa keterangannya dalam persidangan diwarnai kesaksian bohong atau keterangan palsu. Sebab para saksi terkesan tidak mengetahui apa pokok perkara yang dilaporkannya dan jawaban para saksi pada umumnya mengatakan tidak tahu apa yang mereka laporkan terhadap Arwan Koty. Bahkan para saksi mengaku tidak diarahkan siapapun dan atas dorongan diri sendiri, tapi saksi mengaku tidak mengerti hukum dan awam hukum seperti yang diucapkan Bambang Prijono dan Susilo.

judul gambar

Sehingga pihak terdakwa meminta kepada majelis hakim agar subyektif mengadili dan memeriksa perkara ini serta memberikan rasa keadilan terhadap Arwan Koty. Hal itu dikatakan penasehat hukum terdakwa Aristoteles MJ Siahaan SH dan Efendi SH, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 16/6/2021, usai pemeriksaan saksi meringankan Fini Fong, sekaligus dikonfrontir dengan saksi Susilo, kata Aristoteles.

Sidang yang di pimpinan majelis hakim Arlandi Triyogo didampingi hakim anggota Toto dan Ahmad Sayuti itu menurut Aristoteles, terdakwa Arwan Koty hanya ingin menuntut haknya sebagai pembeli alat berat berupa Excavator satu unit yang sudah memenuhi kewajibannya membayar lunas barang yang dibelinya senilai 1.265 miliar rupiah, tapi malah mau dipenjarakan. Alat berat yang dibeli itu hingga saat ini belum diserahkan penjual PT. Indotruck Utama (PT.IU), sehingga kami menilai penjual telah melawan isi perjanjian antara pembeli dengan penjual, sebagaimana putusan Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang telah menghukum tergugat PT. Indotruck Utama atas gugatan wanprestasi yang dilakukan Arwan Koty.

Ironisnya, selaku pembeli malah dilaporkan penjual PT. IU dengan dugaan rekayasa laporannya, membuat laporan palsu sehingga Arwan Koty yang tadinya untuk mencari keadilan dengan melaporkan pihak PT. IU atas kerugiannya, malah di lapor balik dan dijadikan terdakwa hingga disidangkan saat ini masuk agenda pemeriksaan saksi. Sementara berkas perkara laporan palsu yang diadukan Presdir PT. Indotruck Utama Bambang Prijono melalui kuasanya Priyonggo, dari awal pemeriksaan di Kepolisian ternyata, para saksi pun tidak mengerti dan tidak paham apa yang dilaporkannya.

Sebagaimana disampaikan saksi Susilo Manager Sales PT. IU, saat dikonfrontir dalam persidangan dengan jelas mengaku tidak paham hukum tidak mengerti Penyelidikan dan Penyidikan. Pada hal dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi Susilo mengatakan laporan Arwan Koty dihentikan saat Penyelidikan di Kepolisian. Susilo terkesan mempersulit jalannya persidangan serta berbelit belit memberikan keterangan dengan mengaku tidak paham Penyelidikan dan Penyidikan. Saat penasehat hukum menanyakan, apakah tetap dalam keterangannya dalam BAP atau tidak, saksi menjawab tetap sesuai BAP nya. Menyikapi hal itu penasehat hukum menegaskan kepada majelis supaya mencatat seluruh keterangan saksi di kepaniteraan.

Aristoteles dan Effendi mengatakan, keterangan saksi saksi dari pihak PT IU dalam persidangan tidak bersesuaian satu sama yang lain, seperti keterangan saksi Bambang Prijono Presdir PT IU, yang diucapkannya dalam sidang Online sebelumnya mengatakan, penyerahan barang terhadap pembeli harus sesuai Perjanjian Jual Beli dan Berita Serah Terima Barang (PJB dan BAST) antara pihak. Sangat berbeda dengan keterangan saksi Susilo yang mengatakan, jika alat beratnya dibeli dengan lunas hanya diberikan Surat Jalan (SJU) tapi kalau barangnya dibeli dengan kredit maka dilakukan BAST. saat ditanya penasehat hukum ke saksi Susilo, apakah penyerahan barang diYard PT.IU kepada ekspedisi Soleh Nurtjahyo ada surat kuasa dari pembeli Arwan Koty atau Fini Fong. Menurut Susilo ada secara lisan dari saksi Fini Fong setelah barang dibayar lunas dan ongkos kirim dibayar.

Hal itu langsung dibantah saksi meringankan Fini Fong yang juga isteri terdakwa, dengan menyatakan “tidak pernah memberikan surat kuasa apalagi secara lisan kepada siapa pun. “Barang seharga miliaran masa segampang itu menyerahkan barang pada orang lain tanpa ada surat, lagi pula pada saat Susilo bertemu kami di Jayapura bukan minta surat kuasa dari Arwan Koty, malah pakai lisan, hal yang sangat gak masuk logika”. Setelah berdebat kemudian Susilo mengaku kepada Arwan Koty bahwa dia tidak katakan Pak Arwan sudah terima alat. Fini Fong nyeletuk, “enak saja kalian ingin memenjarakan suami saya dengan penuh rekayasa”, kata Fini Fong di hadapan majelis hakim pimpinan Arlandi Triyogo. Dalam persidangan konfrontir tersebut, terlihat wajah majelis hakim pucat pasi, sebab isteri terdakwa Arwan Koty menyebut bahwa majelis telah berspektif negatif mengatakan saat pemeriksaan saksi Nurcahyo, “makanya hati hati saat ini banyak penipu, majelis seolah olah sudah menilai bahwa Arwan Koty sudah bersalah, jangan begitu dong majelis,kata saksi Fini Fong.

Penasehat hukum menyampaikan, keterangan para saksi saksi sudah jelas terlihat adanya rekayasa dalam nomor perkara 1114/Pid.B/2020 PN Jaksel, atas nama Arwan Koty tersebut. “kami menilai berkas perkaranya sangat dipaksakan mulai dari Penyelidikan Penyidikan di Kepolisian, saat di Kejaksaan Jaksa Penuntut Umum, Hakim tunggal Praperadilan dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, untuk mengkriminalisasi Arwan Koty. Sebab se-awam apapun penegak hukum pastilah mengetahui arti Penyelidikan belum ada korban hukum, belum ada tersangka dan belum ada yang dirugikan, sehingga seharusnya berkas perkaranya atas nama Arwan Koty tidak layak disidangkan sebab alat buktinya adalah surat STap nomor 2447/XII/2019/Dit.Reskrimum tanggal 31 Desember 2019, namun Jaksa penuntut umum Abdul Rauf dan jaksa pengganti Sigit H serta hakim Arlandi Triyogo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan seolah olah tidak mengerti arti Penghentian Penyelidikan saat Penyelidikan dan menggelar perkara laporan palsu tersebut.

Dalam hal ini, perkara Arwan Koty bisa lah sebagai pelajaran bagi Kapolri, Kepala Kejaksaan Agung RI dan Ketua Mahkamah Agung RI, supaya memberikan penyuluhan atau penerapan hukum yang tepat dalam penanganan suatu perkara. Seperti halnya aparat Kepolisian yang menangani perkara Arwan Koty tersebut diduga telah merekayasa berkas perkara, dimana alat bukti STap Penyelidikan seolah olah di samakan Penyidikan. Demikian juga JPU Abdul Rauf, alat bukti dalam berkas perkara jelas jelas dinyatakan penghentian laporan Arwan Koty tahap Penyelidikan, namun dalam dakwaannya dituliskan tahap Penyidikan. Dari situ sebenarnya dakwaan jaksa tersebut sudah cacat hukum namun majelis hakim tetap melanjutkan pemeriksaan pokok perkara yang seharusnya bisa distop dalam agenda putusan sela, atau di putusan Praperadilan. “Oleh karena bukti penghentian adalah tahap Penyelidikan sebagaimana nomor surat ketetapan S Tap /2447/XII/2019/ Dit.Reskrimum tanggal 31 Desember 2019 dan menjadi bukti dalam persidangan, artinya tahapan Penyelidikan itu belum ada tersangka dan belum berdampak hukum kepada siapa pun, sehingga terdakwa Arwan Koty haruslah dibebaskan dari segala tuntutan hukum”, kata Aristoteles, 17/6/2021.

Terkait pernyataan atau keterangan bohong yang disampaikan saksi dalam persidangan, Menurut Aristoteles, “semua keterangan para saksi tidak sinkron satu sama lain sehingga apa yang didakwakan jaksa sudah cacat hukum. “apakah akan menempuh jalur hukum melaporkan para saksi tentang pernyataan bohong dalam persidangan, akan berkoordinasi dulu kepada pihak Arwan Koty, terkait hal itu” ujar Aristoteles.

Untuk diketahui, bahwa kejadian yang menimpa Arwan Koty bermula saat membeli alat berat Excavator tahun 2017 lalu dari PT Indotruck Utama (PT.IU) senilai 1.265 miliar rupiah dibayar lunas. Pembeli dan penjual ada kesepakatan surat Perjanjian Jual Beli (PJB). Jika barang sudah dilunasi maka barang akan diserahkan berdasarkan Berita Acara Serah Terima (BAST) dilakukan penjual di yard PT. IU, di Cilincing, Jakarta Utara. Namun serah terima barang tidak dilakukan penjual sebagaimana kesepakatan dalam PJB alias alat berat belum diterima pembeli. Sehingga pembeli melaporkan pihak penjual PT.IU, Bambang Prijono selaku Presdir, sesuai LP/B/3082/V/2019/Ditreskrimum, dugaan penipuan dan penggelapan, terlapor Presdir PT. Indotruck Utama Bambang Prijono SP.

Akan tetapi, laporan Arwan Koty dihentikan penyelidik pada tahap Penyelidikan sesuai surat ketetapan S Tap /2447/XII/2019/Dit.Reskrimum tanggal 31 Desember 2019. Sementara, surat ketetapan penghentian Penyelidikan tersebut dijadikan Bambang Prijono dengan keterangannya dibawah sumpah dihentikan dalam tahap penyidikan untuk melaporkan balik Arwan Koty dengan tuduhan membuat laporan palsu, sehingga Arwan Koty disidangkan seperti saat ini. “Itu kan aneh, Arwan Koty yang menuntut haknya supaya alat berat yang dibelinya diberikan pihak PT.IU, namun yang terjadi malah dijadikan terdakwa”, kata penasehat hukum menjelaskan. Sementara usai persidangan, saksi Susilo tidak memberikan komentar.

Penulis : P. Sianturi

judul gambar

Leave a Reply

Your email address will not be published.