JAKARTA, MediaTransparancy.com – Pada hari Selasa, tanggal 6 Mei 2025 Tim Tangkap Buronan (TABUR) Intelijen Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta bersorak riang gembira karena telah berhasil mengamankan seorang buronan yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) selama 10 tahun, atas nama SM Hasan Saman.
Terpidana kasus tindak pidana penipuan tersebut diamankan tanpa perlawanan di kediamannya yang berlokasi di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Diberitakan sebelumnya, Tim TABUR Intelijen Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta mendeteksi keberadaan buronan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 5 Mei 2025. Tim bergerak menuju Semarang, Jawa Tengah pada pukul 12.00 WIB. Kemudian tim melakukan penyisiran di Masjid Raya Baiturrahman dan Mall Ciputra hingga pukul 23.25 WIB, namun belum membuahkan hasil.
Proses pencarian dilanjutkan keesokan harinya, tanggal 6 Mei 2025 di wilayah Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang. Pukul 11.35 WIB DPO SM Hasan Saman berhasil diamankan di kediamannya yang terletak di Jalan Lempongsari II, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang. Selanjutnya, pada pukul 12.40 WIB, DPO SM Hasan Saman langsung dibawa menuju Kejaksaan Negeri Jakarta Utara untuk diserahkan kepada Jaksa Eksekutor, guna menjalani proses hukum sesuai putusan pengadilan.
SM Hasan Saman merupakan buronan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dan termasuk dalam Daftar Buronan Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta. Yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan, sebagaimana telah diputuskan melalui Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 1119/Pid/2014 tanggal 14 Januari 2015 yang pada intinya Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan penjara.
Namun dibalik sorak sorai Tim Tabur Intelijen Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tersebut ternyata ada sepenggal cerita yang sangat menggelitik, memilukan bahkan menjijikkan bagi masyarakat yang memahami proses hukum di Indonesia.
Bahwa pada tanggal 16 Maret 2017, atau kurang lebih sekitar 2 tahun setelah Kejaksaan menyatakan Hasan Saman buron (DPO), ada salah seorang oknum jaksa berinisial DWLS yang sesuai informasi bertugas di Diklat Kejaksaan Agung bertemu dengan SM Hasan Saman di salah satu kantor notaris di wilayah Jakarta Utara untuk melakukan sebuah transaksi jual beli.
Tidak hanya itu, kuat dugaan, bahwa jauh sebelumnya, oknum jaksa aktif tersebut juga sudah sering melakukan komunikasi dan interaksi dengan SM Hasan Saman.
Mengetahui buronan tapi tidak melapor bisa dikenakan sanksi pidana, terutama jika ada niatan atau upaya untuk menyembunyikan atau membantu menghalangi penangkapan akan dijerat Pasal 221 KUHP lama (atau Pasal 282 KUHP baru) dengan pidana penjara dan/atau denda, tergantung apakah hanya tidak lapor atau secara aktif menolong pelaku kabur, dengan pengecualian jika melapor justru membahayakan diri sendiri atau keluarga. Jika tidak ada unsur aktif menyembunyikan, tapi hanya tidak melaporkan kejahatan yang tidak direncanakan, bisa dikenakan Pasal 164/165 KUHP lama jika ada waktu mencegah tapi tidak dilakukan, meskipun lebih sulit dituntut daripada kasus aktif menyembunyikan.
Menanggapi dugaan adanya permainan antara oknum jaksa Kejaksaan Agung dengan salah seorang buronan Kejaksaan Tinggi DKI, Sekjen LSM menyampaikan rasa prihatinnya.
“Saya sungguh prihatin atas kejadian ini. Tidak ada korelasinya seorang oknum jaksa di Kejaksaan Agung RI bertemu atau mengetahui secara jelas keberadaan seorang buronan Kejaksaan Tinggi DKI,” ujarnya.
Dikatakannya, sungguh sangat tidak masuk akal apabila seorang oknum jaksa di Kejaksaan Agung tidak mengetahui terkait penetapan buron terhadap SM Hasan Saman oleh Kejaksaan Tinggi DKI.
“Sesuatu yang tidak masuk logika akal sehat orang yang waras. Seorang jaksa Kejaksaan Agung kalau tidak tau kalau Hasan Saman dijadikan DPO,” katanya.
Disampaikannya, justru penetapan buronan terhadap SM Hasan Saman oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta diduga dimanfaatkan oleh oknum jaksa Kejaksaan Agung tersebut untukendapatkan keuntungan pribadi.
“Bahkan informasi yang kita peroleh, bahwa oknum jaksa Kejaksaan Agung tersebut memanfaatkan Hasan Saman selaku buronan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk kepentingan dirinya sendiri. Bahwa rumah sang buronan tersebut saat ini sudah dikuasai dan ditempati oleh sang oknum jaksa Kejaksaan Agung tersebut,” terangnya.
Atas permasalahan tersebut, Hisar mendesak agar Kepala Kejaksaan Agung RI,
Prof. DR. Sanitar Burhanuddin, SH, MM untuk mengusut oknum jaksa Kejaksaan Agung RI yang dengan sengaja melakukan pertemuan dan bertransaksi dengan DPO Kejaksaan Tinggi DKI.
“Kami medesak agar Kejagung, Sanitar Burhanuddin untukperoses permasalahan ini dan memproses oknum jaksa Kejaksaan Agung RI yang dengan sadar dan sengaja bertemu, berinteraksi dan bertransaksi dengan DPO Kejaksaan Tinggi DKI,” paparnya.
Sementara itu, Asintel Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Hutamrin yang dimintai komentarnya mengatakakan harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
“Terimakasih mas sudah memberikan informasi kepada kami. Saya mencoba mengumpulkan data berkaitan pertanyaan mas:
1. Bisa saja terjadi oknum jaksa atau oknum APH lain bertemu dengan DPO sepanjang oknum tersebut tidak mengetahui bahwa ybs adalah DPO dan pertemuan tersebut sama sekali tidak menyangkut permasalahan penegakan hukum terhadap DPO tersebut
2. Hal ini harus dilakukan pemeriksaan dahulu apakah ditemukan kesalahan terhadap oknum tersebut, apabila ditemukan maka pasti akan dikenakan sanksi baik ringan, sedang atau berat tergantung kesalahan yang dilakukan.
Demikian yang dapat kami sampaikan,” terangnya.
Penulis: Redaksi















