banner 728x250

FAKSI : Selama Medianya Mudah Dibungkam, Aceh Timur Tidak Akan Maju

judul gambar

ACEH TIMUR, MEDIA TRANSPARANCY – Aktivis Front Anti Kejahatan Sosial (FAKSI) Aceh, Ronny Hariyanto, melontarkan kritik tajamnya, menyatakan, bahwa Aceh Timur hanya akan jalan di tempat dan tidak akan mengalami kemajuan pesat, jika dunia Pers atau awak medianya tidak kritis, utamanya pada persoalan – persoalan aktual, bahkan diduga mudah dibungkam oleh relasi kekuasaan untuk mengamankan suatu kepentingan atau kasus sebagai contohnya.

” Secara akal sehat, media haruslah selalu kritis dan tidak berpihak pada kekuasaan, sebab itu roh jurnalistik, dan dengan itu pula, mesin birokrasi atau pemerintahan baik eksekutif serta legialislatif akan bekerja lebih keras lagi untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat, tapi jika media justru bisa mereka bungkam, bahkan digengam oleh kelompok berkuasa, yang terjadi adalah kebalikannya, hancurnya demokrasi, dan hanya ada kepentingan kekuasaan serta pengurasan anggaran secara terselubung di tubuh birokrasi di semua tingkatan, sedangkan kemajuan suatu daerah akan berjalan lebih lambat, hukum tumpul, kelompok berkuasa makin kaya, dan rakyat sudah pasti tetap melarat,” kata Ronny, Sabtu 28 November 2020.

judul gambar

Selain sebagai salah satu pilar demokrasi, Ronny menambahkan, media seharusnya lebih berperan lagi dalam rangka memberikan pencerahan kepada masyarakat luas serta partisipasi bagi pemenuhan Hak Asasi Manusia.

” Aceh Timur ini kan daerah berkembang, yang tadinya berangkat dari era kegelapan demokrasi, baik demokrasi sosial maupun demokrasi ekonomi, tadinya yang kaya dan berkuasa ya hanya yang kuat-kuat saja, padahal seharusnya ada kerja – kerja ekstra awak media dalam mengusir kegelapan itu dan meruntuhkan hegemoni dari kehidupan yang tak seimbang ini, dimana kelompok berkuasa terlalu menggenggam nasib rakyat, jadi tugas media lah membantu menyuplai informasi akurat yang menjadi alat pencerahan bagi publik, bukan malah sebaliknya, lebih kental nuansa berita pencitraan ketimbang fakta yang sebenarnya terjadi di Aceh Timur ini, mana ada rumusnya itu jurnalis terlalu kental dengan kekuasaan,” ujar eks Ketua Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Provinsi Aceh tersebut.

Putera Idi Rayeuk berdarah Aceh Minang itu mengungkapkan, bahwa selama ini Aceh Timur hanya dibanjiri media, atau jurnalis, baik yang baru maupun yang lama, yang mayoritas gaya tulisannya kurang kritis, bahkan malu – malu ketika harus menulis borok kekuasaan.

” Wartawan banyak, tetapi kayaknya yang bisa nulis dikit, apalagi yang menulis secara kritis tentang suatu kasus dengan fakta yang sebenarnya tanpa ditutup – tutupi,, bahkan mereka ada yang enggak nulis ketika ada kasus kejahatan birokrasi atau koorporasi terjadi, terkesan enggan dan malu – malu menulisnya, bahkan diduga yang bangkotan atau seniornya kini malah beralih fungsi jadi juru lobi atau pemadam kebakaran, atau tukang padamin kasus penguasa atau pengusaha, itu contohnya misalkan pada persoalan suatu perusahaan besar atau persoalan penggunaan dana publik miliaran oleh pihak tertentu beberapa waktu lalu, media dan juga ada yang dari LSMnya lama – lama bisa diam dan ngilang gitu aja macam batman, entah kenapa,” ketus aktivis HAM yang sudah dua puluhan tahun juga berkecimpung di dunia media tersebut.

Padahal menurut Ronny, konstribusi media kritis terhadap kemajuan suatu masyarakat atau peradaban manusia sangatlah dibutuhkan, karena jasanya yang besar dan mulia.

” Sudah berulang kali kita katakan, bahwa menjadi jurnalis itu merupakan suatu pekerjaan yang sangat mulia, sejarah telah membuktikan itu, di dunia ini berbagai kasus kejahatan besar terungkap oleh media, kemiskinan dan kebodohan dapat teratasi lebih cepat, bahkan lecutan media telah memajukan peradaban dunia hingga ke saat ini, oleh karena itu kita berharap sahabat media semua dapat mempergunakan dengan sebaik mungkin senjata pamungkas yang ada di tangannya, jangan memble lagi,” pinta Ronny.

Baca juga : https://www.mediatransparancy.com/faksi-geuchik-yang-tidak-buat-perubahan-setelah-ikut-bimtek-miliaran-sebaiknya-diganti/

https://www.mediatransparancy.com/faksi-ajak-masyarakat-aceh-timur-evaluasi-aparat-desa-ikut-bimtek-miliaran-di-hotel-megah/

Sementara itu menurutnya, kelompok kritis di Aceh Timur sudah semakin bertambah, jumlahnya dari sisi kuantitas, demikian pula dari kalangan media, namun Ronny menilai daya kritis dan konsistensi dari kelompok – kelompok tersebut masih minim dan belum seberapa.

” Alhamdulillah Media dan LSM nya makin hari makin banyak, tapi yang benar – benar garang itu dikiit, buktinya kondisi suprastruktur sosial masih begitu – begitu aja, dan sekarang, syukurnya juga mahasiswanya sudah mulai bergerak, tinggal meningkatkan daya kritis dan konsistensi saja, sebab peran kelompok kritis sebagai social control sangatlah penting untuk membebaskan masyarakat yang masih dikuasai era kegelapan ini,” pungkas alumni Universitas Ekasakti itu menutup keterangannya.

Penulis: (Ami)
judul gambar

Leave a Reply

Your email address will not be published.