banner 728x250

FWJ  Sependapat dengan Komentar Ketua Dewan Pers, terkait Maklumat Kapolri Larang Konten FPI di Sosial Media

judul gambar

JAKARTA, MEDIATRANSPARANCY.COM – Media massa di Indonesia sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik, maka media massa baik cetak, media elektronik (televisi dan radio), maupun media online tetap memiliki hak untuk memberitakan hal-hal yang terkait dengan Front Pembela Islam atau FPI. Hal ini ditegaskan Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh. “Pers tetap berhak memberitakan, sejauh pemberitaannya memenuhi Kode Etik Jurnalistik,” ujar Nuh saat dihubungi wartawan, seperti dilansir dari kantor berita nasional.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Dewan Pers menyusul Maklumat Kapolri Jenderal Idham Azis tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI. Salah satu poin di dalam maklumat itu meminta masyarakat tidak mengakses dan menyebarluaskan konten terkait FPI.

judul gambar

Maklumat yang dikeluarkan Kepala Kepolisian RI, Jenderal Idham Aziz itu dengan nomor Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) dalam keterangan resmi Polri pada, Jum’at (01/1/2020).

Disebutkan bahwa Maklumat dikeluarkan untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat setelah pembubaran FPI dan pelarangan kegiatan termasuk pelarangan penggunaan simbol dan atribut FPI.

“Masyarakat juga diminta tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial,” demikian tertulis pada poin 2 (d) Maklumat yang ditandatangani Kapolri Idham Aziz.

Sementara dalam poin ketiga dituliskan, “Bahwa apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ataupun diskresi Kepolisian”.

Menyikapi hal ini, Ketua Umum Forum Wartawan Jakarta (FWJ), Mustofa Hadi Karya sependapat dengan komentar Ketua Dewan Pers, Muhammad Nuh. Ia menilai Pers memiliki UU lexpecialist Nomor 40 Tahun 1999.

Dalam penuturannya Opan, sapaan akrab Ketum FWJ yang selalu ramah dan terkenal tegas ini memaparkan, bahwa Maklumat Kapolri sama halnya sebatas himbauan yang memiliki kadar dibawah Fatwa. “Selama pemberitaan terkait FPI tidak mengandung unsur provokatif dan sejalan dengan alur fungsi kontrol sosial dengan melihat poin-poin kode etik Jurnalis itu Sah-sah saja,” tegasnya.

“Pers bersifat independen, dan pers tidak berpihakan kepada siapapun. Soal maklumat Kapolri tentang larangan konten FPI di sosial media (Medsos), tentu berbeda dengan terkait pemberitaan. Jika ini terjadi larangan sama halnya melakukan pembungkaman informasi dan edukasi bahwa Pers memiliki kebebasan dalam pemberitaan sebatas tidak melanggar kode etik jurnalis. Mungkin yang dimaksudkan Kapolri adalah larangan konten di dunia maya (Medsos) seperti halnya FB, group WhatsApp, IG, Twiiter, ataupun aplikasi sejenisnya,” ujar Opan saat berdiskusi internal di Jakarta pada Jum’at petang.

Namun meskipun demikian, Opan menghormati dan menghargai Maklumat Kapolri sebagai bentuk respon pihak keamanan (aparat kepolisian) tentang kesiagaan dalam menjaga ketertiban, keamanan dan rasa nyaman masyarakat Indonesia dengan dibubarkannya FPI.(*)red/

judul gambar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *