banner 728x250
HUKUM, NEWS  

HILANGNYA FUNGSI KEPOLISIAN DAN TIDAK ADANYA KEADILAN BAGI DESSY DI WAIKABUBAK SUMBA BARAT

judul gambar

Liputan kasus Pelanggaran Ham Di Waikabubak Sumba Barat.

SUMBA BARAT, TRANSPARANCY – Pelanggaran HAM berat yang terjadi di Waikabubak dalam kasus pembunuhan seorang Pendeta Filmon Nenno dengan tersangka Manase Umbu Deta dan enam orang lainnya sungguh mencoreng citra hukum Indonesia, dijelaskan oleh Narasumber salah satunya Desy, anak dari salah satu korban pelanggaran Ham melakukan konfrensi pers. Bahwa terjadi kesalahan besar dalam proses penangkapan hingga proses hukum yang akhirnya selesai dengan vonis bersalah dijatuhi hukuman 14 tahun atas nama Bapak Yosef Janu (64 th).

Liputan Leadham dalam kasus Pelanggaran Ham Di Waikabubak Sumba Barat
Liputan Leadham dalam kasus Pelanggaran Ham Di Waikabubak Sumba Barat

Desy mengulang kronologis penangkapan bapaknya hingga apa-apa yang ia ketahui untuk disampaikan di konfrensi pers bahwa waktu itu, setahu Dessy salah satu oknum kepolisian mengatakan kepadanya pada tanggal 23 juni 2014 orang tuanya bertemu seseorang dan berkumpul merencanakan sesuatu, setelah itu melakukan tindakan sesuatu (Kriminal). Padahal pada kenyataannya tidak seperti itu. Bahkan pada tahap penangkapan dan rekonstruksi tidak berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, misalnya pada saat penangkapan tanpa didasari alasan yang jelas, surat penangkapan baru dikeluarkan 2 hari setelah bapaknya berada di polres.

judul gambar

Karena hak-hak orang tuanya merasa direnggut, Dessy langsung menanyakan tentang ijin penangkapan orang tuanya, bukan tanggapan melegakan yang ia terima, tapi malah cacian dan makian dari oknum kepolisian yang ia terima.
Segala daya dan upaya telah dilakukan oleh pihak keluarga bapak Yosef Janu (tertuduh) untuk membebaskannya dari jerat hukum yang dirasa tidak adil, keluarga bapak Janu pernah merencanakan untuk menjual segala benda berharga yang dapat dijual untuk membebaskan bapak Janu dari penjara, akan tetapi Dessy menolak dan menyarankan, lebih baik uang yang ada untuk mendatangkan penasihat hukum dari pada diberikan kepada polisi. Ungkap Dessy.
Banyak ancaman dan perlakuan tidak adil yang diterima pihak keluarga Bapak Janu Dari oknum-oknum kepolisian anggota Buser Polres Waikabubak misalnya DM, SB, AKWG, SJ, AFH, SP, AC, FS, WML, KDAA, DLL. Salah seorang oknum kepolisian DM meminta tanda tangan kepada para terdakwa di penjara dengan cara keterangan dari isi surat itu ditutup rapat, agar para terdakwa tidak bisa melihat apa maksud dan tujuan oknum polisi tersebut meminta tanda tangan, bahkan Bapak Janu yang notabene seorang buta huruf juga ikut dimintai tanda tangan.
Banyak oknum polisi yang terlibat didalamnya, dari proses penangkapan sampai BAP, kurang lebih ada 13 orang oknum polisi terlibat. Proses BAP berlangsung sangat lama yaitu dari awal Bulan Juni Bapak Janu ditangkap sampai mendekati bulan Desember, hampir 4 bulan lebih masa tahanan baru dilakukan rekonstruksi.

Dan sepengetahuan Dessy, itu setara dalam hukum 20 hari ditambah 2 kali perpanjangan masa tahanan. Yang maksimum seharusnya 60 hari akan tetapi kenyataannya melebihi dari aturan yang ada. Dan bahkan P21 belum diputuskan tetapi sudah lewat 60 hari masa penahanan (hampir 80 Hari).

Pada saat rekonstruksi dilakukan, para terdakwa masih mendapatkan penganiayaan, penyiksaan berupa penembakan, pemukulan, pencabutan kuku sampai bercucuran darah, dan semua bukti-bukti penyiksaan itu masih tersimpan lengkap dipengadilan. Dan saat pengadilan berlangsung Dessy juga mengikutinya. Di pengadilan pun juga terjadi pelanggaran HAM, pada awal persidangan, sempat bertanya tentang kebenaran adanya bercak darah terdapat di pakaian para terdakwa yang telah menjadi barang bukti tersebut.

Hakim menyangkal jika bercak darah yang terdapat pada barang bukti akibat dari penyiksaan para oknum kepolisian, akan tetapi karena sebelumnya mungkin terdakwa mempunyai bekas luka. Dan didalam sidang pengadilan sampai putusan ditetapkanpun para oknum kepolisian yang terlibat didalamnya tidak dihadirkan dalam persidangan.
Akhirnya Bapak Yosef Janu dijatuhi pasal 340, dengan hukuman selama 14 tahun penjara. Mendengar putusan hakim, Dessy semakin tidak percaya, padahal pada tanggal 6 – 7 Juli bapaknya Sedang berada di Jakarta. Dessy tidak tau harus berbuat apa lagi karena dia telah menganggap bahwa hukum di Sumba itu sudah tidak ada. Dia hanya bisa berharap kedepannya Sumba akan dibangun diawali dengan membenahi sistem hukum dahulu dengan aparat hukum yang ada saat ini agar diganti dengan aparat hukum yang benar-benar menegakkan dan menjunjung tinggi hukum serta keadilan tanpa pandang bulu.

Dessy juga mengatakan jika Bupati Sumba baratpun turut menyiarkan issu yang tidak benar bahwa Bapak Janulah yang menjadi pelakunya. Bahkan perkataan Bupati itu juga didengarkan oleh masyarakat banyak. Dessy telah berusaha datang ke kediaman Bupati dan kantor Bupati untuk mendapatkan klarifikasi dan tanda tangan untuk keperluan hukum para terdakwa dari Bupati langsung, akan tetapi masih juga dipersulit untuk bertemu dengan Bupati.

Akhirnya untuk memenuhi syarat hukum yang harus diajukan, Dessy kembali ke kelurahan dan memohon kepada Lurah setempat untuk membantunya dengan meminta stempel dan tanda tangan untuk memenuhi persyaratan hukum yang menjerat bapaknya. Begitu sulit dan rumitnya masalah hukum yang terjadi atas bapaknya, Dessy dan keluarganya masih dibebani dengan hukum yang juga menjerat adik laki-lakinya yang lagi-lagi tanpa alasan yang jelas adiknya masuk penjara.
Dessy menceritakan, awal mulanya, adik Dessy sedang pergi ke warung untuk membeli rokok, tiba-tiba ada beberapa orang yang memaksanya masuk kedalam mobil avansa, ternyata yang menjemput paksa adiknya adalah polisi. Sesampainya di polres, adiknya dipukul, disetrum, dan ditendang sampai tubuhnya babak belur. Tanpa sebab dan kesalahan yang bulum jelas, adik laki-laki Dessy dijatuhi hukuman 17 tahun. Dessy dan keluarganya semakin kecewa terhadap aparat hukum yang katanya mengayomi dan melindungi masyarakat itu sedikitpun tidak berlaku bagi keluarga Bapak Janu. Justru yang dirasakan yaitu, hukum di Sumba adalah hukum rimba, yang kuat dan berkuasa yang akan menang, hukum tumpul ke atas tajam ke bawah, kata Dessy dengan nada geram (myt-tyo)

judul gambar

Leave a Reply

Your email address will not be published.