banner 728x250

Kasus Peter Murni Keperdataan Majelis Hakim Diminta Menolak Tuntutan Jaksa

judul gambar

Jakarta Mediatransparancy.com

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pimpinan Tumpanuli Marbun didampingi hakim anggota Tiares Sirait dan Budiarto, yang mengadili dan memeriksa berkas perkara terdakwa Peter Sudarta, diminta supaya menyatakan dakwaan dan tuntutan jaksa tidak dapat diterima.

judul gambar

Kasus yang didakwakan jaksa dengan tuntutan dua tahun penjara terhadap Peter Sidharta sangat tidak tepat sebab perkara yang ditujukan jaksa murni Keperdataan, yakni terkait sewa menyewa lahan seluas 670 m2, berada di jalan Bandengan Utara No 52/A5 di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.
Hal itu disampaikan Peter Sidharta, melalui Penasihat hukumnya Yayat Surya Purnadi SH MH dari Kantor YS Purnadi & Partners, saat pembacaan nota pembelaan (Pledoi) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara 14/07/20.

Dalam Pledoi disebutkan,
tuntutan Jaksa tidak sesuai fakta dan keterangan saksi-saksi yang terungkap dalam persidangan. Perkara ini terkait sewa menyewa lahan sejak tahun 1951 antara orang tua terdakwa dengan orang tua ahli waris almarhum Ali Sugiarto.

Lahan yang di sewa tersebut belum atas nama Ahli waris (pelapor) akan tetapi masih atas nama orang lain sehingga sejak tahun 2015 terdakwa tidak lagi membayar sewa kepada ahli waris Ali Sugiarto karena nama pemiliknya buka Ali Sugiarto melainkan nama orang lain. Sehingga perkara tersebut murni perdata bukan pidana,” kata Yayat.

Penasihat hukum juga membantah dakwaan dan tuntutan Jaksa Astri yang mengatakan terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakin melanggar hukum.
Terdakwa seharusnya tidak bisa dituntut karena perkara yang dibuktikan jaksa terkait pemalsuan surat tidak sengketa yang ditandatangani Lurah Penjaringan Suratman dan RW 15 Penjaringan. Dimana surat tersebut sah menurut hukum yang di perkuat keterangan ahli Tata Negara Prof. Dr. Zainal Arifin Hoesein dalam persidangan.

Ditambahkan, tanah yang sebelumnya disewakan Ali Sugiarto itu merupakan tanah negara, kemudian oleh terdakwa menaikkan statusnya menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama Peter Sidharta.
Hal itu terjadi karena alas hak kepemilikan ahli waris Ali Sugiarto telah sendiri nya batal demi hukum sesuai undang undang Agraria tahun 1960. Ahli waris saat itu tidak menaikkan status kepemilikan haknya, sehingga status tanah otomatis menjadi tanah negara.

Oleh karena perubahan status tanah tersebut, sesuai undang undang Agraria tahun 1960, pada intinya menyebutkan masyarakat pemilik atau yang menguasai fisik tanah berhak mengurus surat peningkatan hak tanahnya.

“Kepemilikan Ali Sugiarto Egendom Verponding sudah gugur sejak tahun 1980 karena ahli waris tidak mengkonfersi ke Sertifikat sejak diundangkannya Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, maka lahan itu dengan sendiri nya menjadi tanah negara.

Oleh karena itu, dalam pokok perkara ini sudah jelas pemalsuan surat tidak sengketa yang didakwakan jaksa Astri dan Nopri. Dimana, menurut fakta dan keterangan ahli, “bahwa surat keterangan tidak sengketa tersebut sah menurut hukum, sehingga majelis haruslah menolak dakwaan dan membebaskan Peter Sidharta dari tuntutan hukum”, ujarnya menegaskan. P.Sianturi

judul gambar

Leave a Reply

Your email address will not be published.