JAKARTA – mediatransparancy.com | Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) yang sah secara resmi telah melayangkan surat kepada pimpinan Mahkamah Agung (MA) RI dan Bawas MA RI serta Majelis Hakim Perkara Nomor : 212/G/2025/PTUN.JKT, yang dipimpin secara profesional oleh Majelis Hakim yang terdiri atas Ridwan Akhir, SH., MH., sebagai Ketua Majelis, didampingi Gugum Surya Gumilar, SH., MH. dan Haristov Aszadha, SH. sebagai Anggota Majelis, serta Tri Bhakti Adi, S.H., M.H. selaku Panitera Pengganti.
Surat bernomor 085/DPP-APKOMINDO/IX/2025 tertanggal 12 September 2025 dan surat bernomor 086/DPP-APKOMINDO/IX/2025 tertanggal 18 September 2025 itu meminta perhatian serius terhadap dugaan rekayasa hukum sistematis, pemalsuan dokumen, dan upaya menyesatkan peradilan (obstruction of justice) yang dilakukan oleh kuasa hukum penggugat dalam Perkara Nomor : 212/G/2025/PTUN.JKT.
Demikian yang disampaikan Hoky, sapaan akrabnya dalam siaran persnya yang dikirimkan kepada Redaksi pada hari Jumat, 19 September 2025, Ketua Umum APKOMINDO, Ir. Soegiharto Santoso, SH., menjabarkan bukti kuat yang mengindikasikan praktik tidak terpuji yang dilakukan oleh Kula Mitra Law Firm, kuasa hukum dari penggugat Rudy Dermawan Muliadi dan Suwandi Sutikno.
Hoky memaparkan bahwa telah terjadinya kontradiksi absolut dalam dokumen legal yang diajukan oleh Firma hukum yang sama untuk peristiwa yang sama, yaitu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 2 Februari 2015, silam.
Dalam Surat Gugatan Perkara Nomor : 212/G/2025/PTUN.JKT, Kula Mitra Law Firm menyatakan Munaslub 2015 mengangkat Ketua Umum: Rudy Dermawan Muliadi, Sekretaris Jenderal: Faaz Ismail dan Bendahara: Adnan
Sedangkan dalam Memori Kasasi Perkara Nomor : 2070 K/PDT/2025 untuk klien yang sama, Firma yang sama menyatakan versi yang benar-benar berbeda, yaitu menyatakan Munaslub 2015> mengangkat Ketua Umum: Rudi Rusdiah, BE., MA., Sekretaris Jenderal: Rudi D. Muliadi dan Bendahara: Suharto Juwono.
“Perlu dipahami, yang paling mendasar, bahwa Akta Notaris Nomor 55 yang mereka jadikan bukti justru tidak memuat kedua klaim tersebut sama sekali. Ini adalah indikasi kuat obstruction of justice dan pelanggaran etik profesi yang sangat serius, karena sesungguhnya dalam akta notaris Nomor 55 tertuliskan hanya untuk perubahan anggaran dasar APKOMINDO, tidak ada proses pemilihan Pengurus,” tegas Hoky.
Bungkam Saat Dikonfirmasi Wartawan
Hoky juga menyoroti sikap para kuasa hukum penggugat yang tidak kooperatif ketika ditanya oleh awak media. Pada persidangan di PTUN Jakarta tanggal 9 September 2025, Josephine Levina Pietra, SH., MKn. yang hadir sebagai kuasa hukum, tidak bersedia memberikan jawaban ketika ditanya wartawan mengenai alasan perbedaan versi hasil Munaslub 2 Februari 2015.
Demikian halnya pada persidangan tanggal 16 September 2025, Hendi Sucahyo Supadiono, SH. dan Seyla Missy Togito Silitonga, SH., MH. yang hadir sebagai perwakilan kuasa hukum, juga menolak memberikan penjelasan atas pertanyaan serupa dari para wartawan.
“Faktanya, Akta Notaris Nomor 55 hanya mencatat perubahan anggaran dasar APKOMINDO, sama sekali tidak memuat proses pemilihan atau susunan pengurus. Keengganan mereka untuk menjawab pertanyaan jurnalistik yang sederhana ini justru semakin menguatkan indikasi adanya rekayasa dan ketidaksiapan untuk mempertanggung-jawabkan kontradiksi yang mereka ciptakan,” ungkap Hoky.
Sembilan Kemenangan Beruntun yang Merusak Marwah Peradilan Hoky menyoroti kekhawatiran mendalam bahwa klaim yang dibangun di atas fondasi kontradiktif ini telah memenangkan 9 (sembilan) perkara beruntun di semua tingkatan peradilan, dari Pengadilan Negeri hingga Peninjauan Kembali di MA (Mahkamah Agung) RI.
Nomor-nomor perkara yang dimaksud adalah;
(1). Nomor : 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL,
(2). No: 235/PDT/2020/PT.DKI, (3). Nomor : 430 K/PDT/2022,
(4). Nomor : 542 PK/Pdt/2023,
(5.) No: 218/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst,
(6). No: 138/PDT/2022/PT DKI,
(7). Nomor : 50 K/Pdt/2024,
(8). Nomor : 258/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, dan
(9). Nomor : 1125/PDT/2023/PT DKI.
“Ini sangat merusak marwah peradilan. Bagaimana mungkin sebuah fakta fundamental yang tidak konsisten dan tidak didukung bukti primer bisa dimenangkan secara beruntun?,” imbuhnya.
10 Laporan Polisi yang Tidak Berkembang versus Kriminalisasi Cepat terhadap Hoky
Sebaliknya, upaya Hoky untuk melaporkan dugaan pemalsuan ini justru seolah terbentur tembok yang kokoh. “Saya telah melaporkan dugaan pemalsuan ini ke kepolisian sejak 2020, total sudah 10 laporan namun statusnya masih berkutat pada penyelidikan. Sungguh sangat ironis,” papar Hoky.
Berikut adalah daftar lengkap laporan polisi yang dimaksud, yakni antara lain ;
(1). LP/3894/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ, Pasal 266 KUHP;
(2). LP/B/5725/XI/2021/SPKT/PMJ, Pasal 263 KUHP;
(3). LP/B/1629/III/2023/SPKT/PMJ, Pasal 242 KUHP;
(4). LP/B/1972/IX/2024/SPKT/Polres Jakpus, Pasal 266 KUHP;
(5). LP/B/2001/IX/2024/SPKT/Polres Jakpus, Pasal 242 KUHP;
(6). LP/B/1971/IX/2024/SPKT/Polres Jakpus, Pasal 266 KUHP;
(7). LP/B/2002/IX/2024/SPKT/Polres Jakpus, Pasal 242 KUHP;
(8). LP/2857/IX/2024/RJS, Pasal 266 KUHP;
(9). LP/B/1169/IV/2025/SPKT/Polres Jaksel, Pasal 266 KUHP; dan
(10). LP/B/3081/VIII/2025/SPKT/Polres Jaksel, Pasal 263 KUHP dan/atau 266 KUHP.
Ironisnya, ketika Hoky dilaporkan dengan LP Nomor: LP/392/IV/2016/Bareskrim Polri pada 14 April 2016, hanya dalam 3 (tiga) bulan dirinya dengan mudah telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 43 hari di Rutan Bantul. Namun, dalam Perkara Nomor : 3/Pid.Sus/2017/PN Btl, Hoky dinyatakan tidak bersalah dan kasasi JPU dengan perkara Nomor : 144 K/PID.SUS/2018 telah ditolak oleh Mahkamah Agung (MA) RI..
Selain itu, yang semakin memperparah ironi tersebut, upaya Hoky untuk melaporkan proses kriminalisasi yang dialaminya justru menemui jalan buntu. Laporan Polisi Nomor : LP/B/0117/II/2021/Bareskrim yang diajukan kepada Bareskrim Polri justru dihentikan penyelidikannya (SP3) dengan alasan tidak ditemukannya unsur pidana. Nasib serupa juga menimpa Laporan Polisi Nomor: LP/5364/X/2018/PMJ/Dit Reskrimsus terkait UU ITE, yang juga dihentikan dengan alasan yang sama.
Menyikapi penghentian laporan-laporan tersebut, Hoky telah mengambil langkah hukum lebih lanjut dengan mengajukan Surat Pengaduan resmi kepada Kepala Divisi Wasidik (KAROWASSIDIK) Polri, memohon agar dilakukan pengkajian ulang (review) terhadap kebijakan penghentian penyidikan tersebut.
Permohonan untuk Pengadilan dan Mahkamah Agung dalam menghadapi sidang lanjutan nanti pada Selasa, 23 September 2025, dimana kuasa hukum penggugat menyatakan tidak akan menghadirkan satu pun saksi kunci, maka Hoky akan memohon izin kepada Majelis Hakim untuk dapat mengajukan pertanyaan langsung kepada Kula Mitra Law Firm.
“Ketiadaan saksi ini justru menguatkan dugaan adanya upaya sistematis untuk menyembunyikan kebenaran. Kami akan mohon izin untuk menanyakan langsung: apakah mereka terlibat aktif dalam rekayasa ini atau hanya korban kelalaian fatal? Jawaban ini krusial untuk membersihkan proses persidangan,” kata Hoky yang juga merupakan Wakil Ketua Umum SPRI (Serikat Pers Republik Indonesia), dan Sekjen PERATIN (Perkumpulan Advokat Teknologi Informasi Indonesia).
Dalam pengajuan suratnya kepada pimpinan MA RI, Hoky memohon dengan sangat kepada, di antaranya:
• Pimpinan MA dan Badan Pengawasan (BaWas) MA: Untuk melakukan pengawasan dan memeriksa kembali 9 (sembilan) perkara yang telah dimenangkan pihak penggugat guna mengungkap indikasi rekayasa hukum.
• Majelis Hakim PTUN Jakarta: Untuk melakukan pemeriksaan mendalam dan mengizinkan pihak tergugat intervensi untuk mengajukan pertanyaan langsung kepada kuasa hukum penggugat. serta
• Juru Bicara MA dan Plt Kabiro Hukum & Humas MA: Untuk memberikan penjelasan transparan kepada publik mengenai langkah-langkah pengawasan etik dan hukum yang akan diambil.
Hoky berharap semua pihak, termasuk rekan-rekan jurnalis, dapat bersinergi menjaga integritas dan marwah peradilan Indonesia dari praktik-praktik yang merusak sendi-sendi kehidupan sosial serta hak seseorang mendapatkan keadilan dalam hukum.(*/dok-ist./hms-peratin/@cp-JAG)