KOTA LANGSA Transparansi – Proyek senilai Rp. 11. 260.000.000,- (Sebelas Milyar Dua Ratus Enam Puluh Juta Rupiah) yang digagas Induk Koperasi Pondok Pesantren (Inkopontren) untuk pembangunan 4 (empat) titik Dapur Makan Bergizi Gratis kini menjadi sorotan publik khususnya di Kota Langsa Provinsi Aceh, Bukan hanya karena besarnya anggaran namun juga lantaran munculnya dugaan praktik transaksional mencurigakan yang berpotensi mencoreng nama baik institusi Pondok Pesantren itu sendiri.
Proyek yang membidik langsung 4 (empat) Pondok Pesantren diantaranya, Tafizh Qur’an Yapilla Langsa, Pondok Pesantren Dayah Futuhul Muarif Al-Aziziyah, Pondok Pesantren Yayasan Dayah Raudatul Najah, Pondok Pesantren Bustanul Malikul Saleh diklaim sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan di lingkungan Pesantren rincian Purchase Order (PO) telah dilampirkan dan dicantumkan oleh pihak di Inkopontren yang ber kantor di Jalan Slamet Riyadi Nomor 5 Jakarta Timur.
Namun di balik niat mulia sekaligus turut mendukung salah satu program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, mirisnya, muncul indikasi adanya “Panjar fee” uang pelicin yang diserahkan secara tersembunyi, Herianto yang disebut sebagai pemberi pekerjaan (Penghubung) dan terindikasi bersekongkol bersama Mirna Wati juga Samsul Bahri (Pasutri) Koordinator Wilayah Sumatera Inkopontren sebagai penerima dana sebesar 610.000.000 (Enam Ratus Sepuluh Juta Rupiah) yang di ambil bertahap dari Tarma Wahyudi dengan saksi bernama M. Nurdin selaku Donatur atau pemodal terindikasi menerima dana tersebut atas nama Rekanan/Kontraktor Pelaksana, Tanda Bukti berupa Kwitansi tetap menjadi pedoman/pegangan dimana kala itu langsung memberikan uang dalam bentuk cash bukan via transfer bank, Hal ini tentunya memicu keragu-raguan perihal integrasi proyek ini.
lebih dari sekedar nominal, publik terfokus pada praktik yang dinilai mencederai semangat kejujuran dan akuntabilitas di lingkungan pondok pesantren, uang umat yang semestinya digunakan untuk kegiatan sosial justru terancam mengikis/menggigiti oleh kepentingan pribadi berkedok kerjasama.
Situasi seperti ini menambah panjang daftar keprihatinan tentunya terhadap pengelolaan dana proyek yang dikemas sedemikian rupa, dinarasikan keagamaan, Sudah barang tentu desakan publik untuk dilakukan audit secara independen dan transparansi semakin menguat,
Akan tetapi jika terindikasi ini terbukti maka persoalan ini bukan sekedar soal uang melainkan menyangkut kredibilitas dunia pondok Pesantren sebagai simbol moral bangsa.
Menyangkut hal tersebut, Tim media DK86 Transparansi Aceh mencoba melakukan penelusuran dengan diawali langkah mengkonfirmasi Herianto selaku pemberi pekerjaan (Penghubung) via what’s Appnya menyampaikan kronologi singkat, Bahwa, Benar saya yang menawarkan pekerjaan Pembangunan Dapur Bergizi kepada Tarma Wahyudi dan M. Nurdin yang mana sebelumnya saya mendapat pekerjaan tersebut dari Bapak Samsul Bahri suami dari Mirna Wati (Kordinator Wilayah Sumatera Inkopontren) yang bernilai perdapurnya Rp. 2,8 Milyar, Kemudian Tarma Wahyudi bersama saya langsung bertemu Samsul bahri dan Mirna Wati di kediamannya jalan Tm. Bahrum Gampong Paya Bujok Teungoh Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa guna membicarakan secara langsung perihal tersebut.
Lebih Lanjut Herianto menjelaskan, Mengenai “Panjar Fii” (Uang Pelicin) senilai Rp. 610.000,000 (Enam Ratus Sepuluh Juta Rupiah) yang diterima Mirna Wati bersama Samsul Bahri secara bertahap dirinya membenarkan hal tersebut dimana panjar fii pertama berjumlah Rp. 50 juta itu langsung di antarkan Tarma Wahyudi dan Saya sendiri ke rumah Samsul Bahri dan Mirna Wati dan yang kedua Rp. 350 Juta langsung di jemput kerumah Bapak M. Nurdin, Kemudian yang selebihnya saya tidak ada turut serta dalam pengambilan Panjar Fii tersebut.
Dirinya juga menambahkan, Terhadap dana Panjar Fii proyek Pembangunan Dapur MBG senilai ratusan juta tersebut, “Saya Sama Sekali Tidak Ada Menerima Ataupun Merasakan Dana Tersebut dan Saya Siap Bersumpah” dan pada intinya Samsul Bahri dan Mirna Wati (Pasutri) adalah otak dari kejadian ini seluruhnya, Saya dan Tarma Wahyudi beserta M. Nurdin adalah selaku korban penipuan dari pasutri Samsul Bahri dan Mirna Wati (Eks Anggota DPRD), ungkap Herianto kepada Dk86 Transparansi Aceh, Rabu, 22 Oktober 2025.
Sementara itu, Mirna Wati selaku koordinator Wilayah Sumatera Inkopontren ketika di hubungi via what’s Appnya di nomor : 0811670XXX Tidak merespon/menjawab walaupun statusnya aktif.
Terkait hal ini Tarma Wahyudi bersama M. Nurdin yang notabenenya jelas menjadi korban dari Pasutri Mirna Wati dan Samsul Bahri dengan kerugian milyaran rupiah melaporkan hal ini kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto via media agar dapat diketahui oleh beliau dan khususnya kepada publik, dengan harapan langsung dapat di tindak lanjuti.















