banner 728x250

Penerima Gratifikasi Jadi Saksi Di Persidangan

judul gambar

JAKARTA, MEDIATRANSPARANCY.COM –Usai menjadi saksi dalam persidangan penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Tedja Widjaja yang di gelar di pengadilan negeri jakarta utara 04/04/19. Saksi Simon Baginda Pardomuan Panjaitan dikonfirmasi awak media terkait tidak dilakukan pengukuran dalam pemecahan SPPT PBB.

Simon menjawab, tidak harus dilakukan pengukuran dalam proses pengukuran itu. “ujar simon.

judul gambar

Salah satu wartawan mengatakan, “saya punya tanah pak dan tanpa pengukuran tidak bisa memecah SPPT PBB, “ujar wartawan tersebut. Ditengah mukanya yang kebingungan menjawab pertanyaan itu.
Bagaimana tanggung jawab UPPRD tanjung priok, sehubungan dengan tagihan pajak PBB yang tidak sesuai dengan bukti sertifikat tanah dan IMB yang dimiliki oleh Yayasan universitas 17Agustus?, Hal tersebut tidak mau di jawab oleh Simon.

Padahal penagihan pajak PBB justru dilakukan oleh pihak UPPRD tanjung Priok, bukan oleh BPN.”ujar salah satu awak media. Pada saat kebingungan itulah datang kuasa hukum terdakwa Tedja Widjaja menariknya dan buru buru membawa Simon meninggalkan area Pengadilan negeri jakarta utara.

Meski telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait tudingan terima suap Rp 1 miliar dari terdakwa Tedja Widjaja yang berkaitan pemecahan SPPT PBB tanah kampus UTA’45 mantan Kepala Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD) Tanjung Priok, Jakarta Utara, Simon Baginda Pardomuan Panjaitan (SP) dihadirkan ke persidangan guna didengar keterangannya.

Menurut kesaksiannya, mantan Kepala UPPRD tersebut dirinya tidak berwenang menanggapi laporan itu padahal diketahui yang di laporkan adalah dirinya personal bunkan intitusinya, “Saya tidak perlu melaporkan ke polisi walaupun tudingan mereka tidak benar. Soalnya hal itu bukan kewenangan saya, tetapi urusan institusi (UPPRD Tanjung Priok), ” ujar SP usai memberi keterangan dalam sidang kasus penipuan dan penggelapan tanah milik kampus UTA’45 dengan terdakwa Dirut PT Graha Mahardika (GM) Tedja Widjaja.

Dalam persidangan sebelumnya, saksi fakta Bambang Prabowo selaku kuasa Tedja Widjaja menyebutkan bahwa dirinya ikut mengantarkan uang senilai Rp 1 miliar ke SP yang kala itu menjabat sebagai Kepala UPPRD Tanjung Priok. Uang dalam tas warna hitam diberikan Tedja Widjaja kepada Simon Baginda Pardomuan Panjaitan agar dilakukan pemecahan SPPT PBB tanah kampus UTA’45 yang telah dikuasai oleh Tedja Widjaja yang diduga secara melawan hak. “Saya ikut mengantarkan uang itu,” ucap Bambang Prabowo dipersidangan 27/03/19.

Dalam persidangan saksi mengaku tidak mengenal baik Bambang Prabowo maupun Rudyono Darsono. Namun saksi mengaku mengenal Tedja Widjaja. “Saya tidak menerima uang Rp 1 miliar dalam pemecahan SPPT PBB tanah yang dimohonkan pihak PT Graha Mahardika itu,” ujar Simon menjawab pertanyaan penasihat hukum terdakwa Tedja Widjaja.

Dalam persidangan Simon Baginda Pardomuan Panjaitan mengakui bahwa saat permohonan pemecahan SPPT PBB tanah yang diajukan PT Graha Mahardika itu tengah diproses pihaknya, pada saat itu ada surat dari pihak UTA’45 , Ketua Dewan Pembina UTA 45 Rudyono Darsono mengajukan keberatan atas permohonan pemecahan SPPT PBB tersebut. Pihak UTA’45 meminta ditangguhkan pemecahan SPPT PBB lahan dimaksud karena tengah dipersengketakan antara UTA’45 dengan PT Graha Mahardika (Tedja Widjaja).

UTA’45 bahkan menginformasikan bahwa proses penguasaan lahan kampus UTA’45 oleh PT Graha Mahardika tidak sesuai prosedur hukum. Artinya, pihak PT Graha Mahardika diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum, termasuk pemalsuan dokumen yang mengesankan seolah terjadi peralihan hak dari UTA’45 ke PT Graha Mahardika. “Semua itu kami tahu, bahkan lebih dari itu, menyangkut persengketaan lahan tersebut kami tahu pula, tetapi hal tersebut belum cukup bagi kami untuk menolak permohonan pemecahan SPPT PBB PT Graha Mahardika,” tutur saksi Simon dalam persidangan.

Alasannya, seheboh dan sekisruh apapun persengketaannya, semua itu belum cukup untuk menunda penerbitan SPPT PBB pecahan untuk PT Graha Mahardika. “Bagi kami persengketaan yang masuk hitungan adalah yang telah didaftarkan atau kasusnya tengah disidangkan di pengadilan. Kalau hanya sengketa di tengah-tengah masyarakat ditambah keberatan secara tertulis tidak menghambat sama sekali penerbitan SPPT PBB tersebut,” ujar Simon yang kini sudah tidak menjadi Kepala UPPRD Tanjung Priok lagi.

Menjawab JPU Fedrik Adhar SH MH yang mempertanyakan kemungkinan terjadi demo anarkis warga dan mahasiswa sebagai dampak psikologis abai yang dilakukan UPPRD Tanjung Priok atas permintaan penundaan pemecahan SPPT PBB tanah sengketa tersebut, Simon Baginda Pardomuan Panjaitan tetap bersikeras menyatakan tidak cukup alasan bagi pihaknya menerima permintaan UTA’45 di satu sisi dan di sisi lain tak punya alasan pula menolak permintaan pemecahan dari PT Graha Mahardika.

Ketika ditanya oleh Ketua Majelis Hakim Tugiyanto SH MH apa landasan hukum hingga UPPRD Tanjung Priok boleh abaikan permohonan UTA’45? saksi Simonmenjawab, setiap pertanyaan hakim, jaksa dan tim pembela, kali ini tampak kebingungan. Akhirnya dia menjawab: “ada, ada Pak Hakim”.

Namun saat ditanya hakim di mana aturan main itu ada dan diatur, saksi Simon justru menoleh ke belakang pengunjung sidang yang diduga rombongannya. “Ada, ada, di mana ya,” katanya seraya membalikkan badan kea rah pengunjung sidang di belakangnya.

Seorang lelaki entah siapa namanya yang duduk di kursi pengunjung sidang pun berkata: “surat keputusan kepala dinas, ya di situ Pak Hakim”. Tugiyanto yang sebelumnya diberitakan jurnalis yang meliput persidangan tersebut berpihak kepada terdakwa dengan cara memberi kesempatan seluas-luasnya bertanya kepada tim penasihat hukum terdakwa Tedja Widjaja sebaliknya membatasi JPU mengajukan pertanyaan, tidak bertanya lebih lanjut surat keputusan kepala dinas apa dan nomor serta tahun berapa yang mengatur boleh terbitkan pemecahan SPPT PBB tanah yang tengah dipersengketakan masyarakat tersebut.

Saksi juga menyatakan tidak pernah dijatuhi sanksi oleh pimpinan atau institusinya terkait tindakannya menerbitkan pemecahan SPPT PBB tanah sengketa. Hanya saja dia tidak memangku jabatan Kepala UPPRD Tanjung Priok sejak permasalahannya ramai hingga saat ini.

Diakui pula bahwa dirinya sempat diperiksa oleh pimpinannya dan berbagai instansi terkait termasuk inspektorat dan KPK. “Tindakan yang saya lakukan dianggap clear.  Itu disaksikan KPK,” ujar saksi. Namun ketika ditanya JPU Fedrik Adhar apakah KPK yang berkantor di Kuningan yang dimaksudkan, saksi ikut mengklarifikasi, Simon menjawab bukan, tetapi KPK dibawah Provinsi DKI Jakarta.

“Oh tidak, KPK yang mendapat pengaduan dari UTA’45 adalah KPK Kuningan. Itu yang kita tahu KPK. Saksi jangan menyebut KPK telah ikut mengklarifikasi soal uang suap Rp 1 miliar yang disebut-sebut Bambang Prabowo telah diberikan kepada saksi. Sebab, yang berwenang mengklarifikasi pengaduan ke KPK adalah pihak KPK Kuningan sendiri, bukan KPK di Provinsi DKI, “ujar JPU Fedrik Adhar mengingatkan saksi.

Reporter: Nurhadi/Ysp

judul gambar

Leave a Reply

Your email address will not be published.