DUMAI, RIAU
MediaTransparancy.com
– Penetapan Fahmi Rizal, S.STP., M.Si sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Dumai berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Dumai Nomor 969/BKPSDM/2025 tertanggal 31 Oktober 2025, kini menjadi sorotan tajam publik.
Sejumlah kalangan menilai proses seleksi Sekda kali ini tidak sepenuhnya transparan dan bahkan diduga sarat praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) yang melibatkan pihak-pihak tertentu dalam tim panitia seleksi (Pansel) maupun lingkaran kekuasaan eksekutif daerah.
Sikap kritis ini salah satunya disampaikan oleh Muhammad Ihsan Nizar, akademisi dan pemerhati kebijakan publik, yang mempertanyakan dasar pengangkatan dan penetapan pejabat tinggi pratama tersebut.
“Yang menjadi pertanyaan bagi kami adalah, atas dasar apa Bang Fahmi Rizal ini diangkat dan ditetapkan sebagai Sekretaris Daerah Kota Dumai? Apakah Wali Kota benar-benar menjalankan seleksi ini dengan prinsip transparansi demi mewujudkan reformasi birokrasi, atau justru sekadar formalitas meritokrasi?” tegas Ihsan, Sabtu (2/11/2025).
Ia mengungkapkan, dari proses seleksi yang melibatkan tujuh kandidat awal, publik tidak pernah diberikan akses yang jelas terhadap hasil penilaian, bobot kompetensi, maupun pertimbangan obyektif Pansel.
Kondisi ini memunculkan spekulasi kuat adanya “intervensi kepentingan” yang menodai asas objektivitas seleksi jabatan pimpinan tinggi di Kota Dumai.
“Jika benar proses penetapan ini diwarnai praktik KKN, maka hal itu merupakan kemunduran besar dalam upaya membangun tata kelola pemerintahan yang bersih. Hal seperti ini mencederai kepercayaan publik dan merusak cita-cita reformasi birokrasi, “Tambahnya.
Menurut Ihsan, Sekretaris Daerah tidak hanya dituntut lihai dalam urusan administratif, tetapi juga harus mampu menjadi jembatan komunikasi lintas sektor, terbuka terhadap kritik, dan inklusif terhadap semua golongan masyarakat.
Ia menilai sosok yang ditetapkan saat ini belum sepenuhnya mencerminkan kriteria tersebut.
“Sekda itu bukan hanya birokrat yang patuh pada sistem, tapi pemimpin administratif yang harus mampu menyatukan visi daerah, menjadi komunikator yang kuat, dan tidak berjarak dari publik. Kami khawatir penetapan ini justru menimbulkan jarak sosial dan ketegangan birokrasi,” jelasnya.
Dalam pernyataannya, Ihsan juga mendesak Wali Kota Dumai untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap seluruh tahapan seleksi, termasuk memeriksa integritas Pansel dan pihak-pihak yang terlibat, agar publik mendapat kejelasan apakah proses ini benar-benar bersih atau justru dipenuhi unsur nepotisme.
“Kami meminta Wali Kota membuka seluruh proses seleksi kepada publik. Bila ditemukan indikasi KKN, maka perlu ada penelusuran oleh aparat penegak hukum. Pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap potensi pelanggaran moral birokrasi, “Pungkas Ihsan.
Hingga berita ini diterbitkan, Wali Kota Dumai maupun Ketua Pansel Jabatan Sekda belum memberikan tanggapan resmi atas kritik dan dugaan yang berkembang di masyarakat.
Sementara sejumlah pihak menilai, keterbukaan informasi publik menjadi satu-satunya cara untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap komitmen reformasi birokrasi di Kota Dumai.
( Wawan )















