banner 728x250

REFLEKSI AKHIR TAHUN 2017 OMBUDSMAN RI

judul gambar
JAKARTA, MEDIATRANSPARANCY.COM – Pengawasan pelayanan yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan merupakan unsur penting dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien. Keberadaan lembaga ini sekaligus merupakan implementasi prinsip demokrasi yang ditumbuh kembangkan dan diaplikasikan guna mencegah dan
menghapuskan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan.
Pada tahun 2017, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) baik di pusat maupun perwakilan menerima laporan pengaduan
masyarakat sebanyak 7.999 laporan. Dan laporan-laporan
Masyarakat tersebut terbagi menjadi 10 jenis maladministrasi, dengan 5 jenis maladministasi terbanyak yang menerima di atas 500 laporan pengaduan masyarakat.
Pertama, dugaan maladministrasi penyimpangan prosedur menerima 1.714 laporan masyarakat. Kedua, dugaan maladministrasi tidak
memberikan pelayanan 1.355 laporan masyarakat. Ketiga,
dugaan maladministrasi tidak kompeten menerima 802 laporan masyarakat. Keempat, dugaan maladministrasi penyalahgunaan wewenang 666 laporan masyarakat. Kelima, dugaan maladministrasi permintaan
imbalan uang, barang dan jasa menerima 605 laporan masyarakat. Pada tahun 2015 – 2016, dugaan maladministrasi tertinggi berupa penundaan berlarut, tetapi di tahun 2017 dugaan maladministrasi tidak masuk dalam 5 (lima) besar laporan maladministrasi yang diterima Ombudsman RI.
Kedua, tahun 2015 – 2016, dugaan maladministrasi tertinggi kedua adalah penundaan berlarut, namun pada tahun 2017 adalah
dugaan maladministrasi tidak memberikan pelayanan. Ketiga, tahun 2015 – 2016, dugaan maladministrasi tertinggi adalah tidak memberikan pelayanan, sedangkan pada tahun 2017
adalah tidak kompeten. Dalam 3 (tahun) terakhir, laporan masyarakat yang diterima oleh Ombudsman RI masih didominasi oleh Pelapor dengan klasifikasi yang hampir sama.
Untuk klasifikasi Pelapor pada tahun 2015, 2016 dan 2017 masih didominasi oleh Pelapor yang menjadi Korban Langsung. Hal ini menandakan bahwa masyarakat belum memperoleh Pelayanan Publik dengan baik akan tetapi telah berperan aktif dalam
pengawasan pelayanan publik dengan melaporkan dugaan maladministrasi kepada
Ombudsman RI. Kedua, klasifikasi Pelapor terbanyak masih ‘didominasi’ oleh Ombudsman RI yang melakukan investigasi atas inisiatif sendiri dalam rangka berperan aktif melakukan identifikasi dan pengawasan terhadapan pelayanan publik.
Ketiga, klasifikasi Pelapor yaitu Keluarga Korban yang anggota keluarga/kerabatnya menjadi korban dari pelayanan publik yang buruk. Keempat, klasifikasi Pelapor yaitu Kelompok Masyarakat dimana melaporkan terkait kebijakan penyelenggara pelayanan publik. Kelima, klasifikasi Pelapor mengalami perubahan dimana sebelumnya di tahun 2015 dan 2016 didominasi oleh Media, maka di tahun 2017 ini klasifikasi Pelapor lebih banyak dilakukan oleh Kuasa Hukum.
Pada tahun 2018, dengan mengacu pada data dugaan maladministrasi dan klasifikasi Pelapor, dalam hal substansi dugaan maladministrasi yang akan diterima Ombudsman RI Pusat masih akan didominasi oleh penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang
dan tidak kompeten dan untuk klasifikasi Pelapor yaitu Korban Langsung, Kuasa Hukum serta LSM. Sedangkan, Perwakilan Ombudsman didaerah akan didominasi dengan dugaan
maladministrasi berupa penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan dan permintaan imbalan uang.
Kemudian, terkait klasifikasi Pelapor, akan tetap didominasi oleh Korban langsung dan inisiatif Ombudsman sendiri. Laporan masyarakat yang sering dilaporkan adalah permasalahan pelayanan publik bidang penegakan hukum, terdiri dari substansi Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Lembaga
Pemasyarakatan/Rumah Tahanan dan Lembaga ‘Oversight’ Negara (KPK, KY, KPAI, Komnas HAM, Komjak, Kompolnas, KPU dan Komnas Perempuan). Dalam rentang waktu 3 tahun terakhir, laporan masyarakat bidang penegakan hukum yang cukup banyak dilaporkan dan menjadi atensi publik adalah pelayanan Kepolisian dan pelayanan Lembaga Peradilan (Pengadilan Negeri sampai dengan Mahkamah Agung).
Sedangkan substansi laporan terkait pelayanan Polri. Pada tahun 2015, dari total jumlah laporan sebanyak 239 laporan, maka 91% atau 218 laporan merupakan substansi laporan pelayanan Polri. Sedangkan pada tahun 2016, dari total jumlah laporan sebanyak 312 laporan, 89% atau 280 laporan merupakan substansi laporan pelayanan Polri dan pada tahun 2017 dari 182 laporan, 90% atau 164 laporan merupakan substansi laporan pelayanan POLRI.
Data klasifikasi Pelapor pada tahun 2015, 2016 dan 2017 masih didominasi oleh Pelapor yang menjadi Korban Langsung. Hal ini menandakan bahwa masyarakat belum memperoleh Pelayanan Publik dengan baik akan tetapi telah berperan aktif dalam
pengawasan pelayanan publik dengan melaporkan dugaan maladministrasi kepada
Ombudsman RI.
Kedua, klasifikasi Pelapor terbanyak masih ‘didominasi’ oleh Ombudsman RI yang melakukan investigasi atas inisiatif sendiri dalam rangka berperan aktif melakukan identifikasi dan pengawasan terhadapan pelayanan publik. Ketiga, klasifikasi Pelapor yaitu Keluarga Korban yang anggota keluarga/kerabatnya menjadi korban dari pelayanan publik yang buruk. Keempat, klasifikasi Pelapor yaitu Kelompok Masyarakat dimana melaporkan terkait kebijakan penyelenggara pelayanan publik. Kelima, klasifikasi Pelapor mengalami perubahan dimana sebelumnya di tahun 2015 dan 2016 didominasi oleh Media, maka di tahun 2017 ini klasifikasi Pelapor lebih banyak dilakukan oleh Kuasa Hukum.
Saran Perbaikan yang disampaikan Ombudsman RI terkait penegakan hukum pada tahun 2016 adalah mengenai perbaikan sistem lembaga peradilan, saran mengenai perbaikan penanganan sidang Tilang dan juga SIM serta Samsat. Sebagian saran telah
dilaksanakan perbaikan oleh instansi/lembaga Penegak Hukum. Namun demikian, tetap terlihat permasalahan yang sama dan berulang yang dilaporkan, seperti permasalahan proses penyidikan oleh Kepolisian, permasalahan ketidakjelasan penanganan perkara di tingkat MA, serta permasalahan lamanya pengiriman salinan putusan oleh MA kepada pengadilan pengaju.
Ombudsman RI sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik, dalam catatan penutup untuk catatan akhir tahun bidang hukum menganggap perlu memberikan beberapa saran bagi beberapa lembaga penegak hukum, antara lain:
1. Lembaga penegak hukum perlu melakukan proses penegakan hukum dengan baik sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing, namun harus memperhatikan aspek
pelayanan publik seperti prosedur yang baik, pemberian informasi dan tidak menunda pelayanan, serta tidak melakukan penyimpangan ataupun penyalahgunaan wewenang dalam proses penegakan hukum. Hal ini perlu menjadi perhatian, karena maladministrasi yang paling sering dilaporkan kepada Ombudsman RI untuk bidang hukum antara lain adalah penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang dan tidak kompeten.
2. Penegak Hukum perlu melakukan upaya persuasif dalam upaya penegakan hukum, tidak hanya proses represif tetapi juga aspek pelayanan, agar masyarakat menyadari dan dapat menerima upaya penegakan hukum sebagai upaya menciptakan kenyamanan dan kebaikan bagi setiap warga negara.
3. Ombudsman RI tetap melakukan upaya koordinasi dan juga konfirmasi kepada lembaga penegak hukum atas laporan-laporan yang disampaikan masyarakat sebagai bentuk kerjasama dalam proses penegakan hukum dan juga menyampaikan kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas pada proses pengawasan pelayanan publik yang dilakukan Ombudsman RI.
4. Ombudsman RI bersama dengan setiap pengawas internal dari masing-masing instansi penegak hukum berupaya menyelesaikan laporan masyarakat yang bersifat sistemik dengan menutup potensi terjadinya maladministrasi sehingga proses hukum dapat
berjalan cepat, berkepastian hukum, membawa keadilan bagi masyarakat dan meningkatnya citra positif penegak hukum.
Reporter : Ach Zark
judul gambar

Leave a Reply

Your email address will not be published.