JAKARTA, mediatransparancy.com – Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov DKI Jakarta adalah melalui retribusi sampah.
Dalam Pasal 109 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Retribusi Daerah, Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan, salah satunya adalah retribusi pelayanan persampahan/kebersihan.
Namun, apakah keseluruhan retribusi sampah atau kebersihan yang ditagih dari masyarakat umum, UMKM ataupun usaha lainnya secara keseluruhan masuk ke Kas Daerah, atau mengalir ke kas pribadi atau golongan?
Paiman (bukan nama asli), salah seorang petugas pengangkut sampah di daerah Matraman, Kota Administrasi Jakarta Timur yang diwawancarai Mediatransparancy.com menuturkan, bahwa dalam menjalankan roda pekerjaan, pihaknya harus merogoh kocek hingga ratusan ribu per bulan kepada petugas depo.
“Untuk bisa membuang sampah di depo, kita harus membayar iuran hingga ratusan ribu per bulan pak. Jika tidak, kita tidak bisa membuang sampah disana,” ujarnya memelas sambil meminta identitasnya dirahasiakan.
Dikatakannya, untuk mengangkut sampah, warga langganannya dibebankan biaya kebersihan sebesar Rp 25.000 per bulan yang dipungut oleh pihak RT.
“Dari warga itu hanya Rp 25.000 melalui RT. Sampai ke kita tidak segitu pak. Padahal kita juga harus bayar setoran ke depo,” keluhnya.
Dikatakannya, setiap petugas kebersihan berlaku sama.
“Semua gerobak sampah yang buang sampahnya wajib setor ke depo pak, jumlahnya ratusan ribu per bulan,” katanya.
Ketika ditanya jumlah petugas kebersihan yang membuang sampah ke depo, petugas kebersihan ini mengaku tidak bisa menghitung secara rinci.
“Jumlahnya yang pasti saya kurang paham pak, tapi sangat banyak. Semua mereka sama seperti saya, wajib bayar,” tuturnya.
Pihak depo sampah Kecamatan Matraman yang dikonfirmasi terkait pungutan iuran sampah dari petugas gerobak tidak ada yang bersedia memberikan keterangan.
“Pimpinan sedang tidak ada dilokasi pak, sedang tugas luar,” kata salah seorang petugas keamanan.
Dugaan terjadinya manipulasi retribusi sampah tidak hanya terjadi pada proses pembuangan sampah di depo.
Hasil penelusuran yang dilakukan mediatransparancy.com, hampir semua unit usaha yang menghasilkan sampah dikenakan retribusi yang tidak jelas jumlah dan besarannya.
Kadir, salah seorang pemilik usaha kuliner di daerah Kecamatan Matraman yang dikonfirmasi menyebutkan, pihaknya setiap bulan membayar uang kebersihan sesuai kesepakatan.
“Tiap bulan kita membayar iuran sampah sesuai kesepakatan dengan pihak petugas kebersihan yang setiap bulan datang menagih,” ungkapnya sambil meminta identitasnya dirahasiakan.
Proses yang hampir serupa juga terjadi pada usaha lainnya yang membayar uang kebersihan sesuai kesepakatan.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto yang dikonfirmasi terkait adanya dugaan manipulasi retribusi sampah di DKI lebih memilih cuek dan tidak mau tau.
Sekjen LSM Gerakan Cinta Indonesia (Gracia), Hisar Sihotang yang dimintai komentarnya berujar, bahwa retribusi sampah di Jaktim banyak yang bocor.
“Banyak tagihan sampah masyarakat, maupun tagihan sampah usaha yang mengalir ke kantong oknum pejabat terkait, dan hal ini bukan rahasia umum,” ujarnya.
Dikatakannya, Asep Kuswanto selaku Kadis LH DKI terlalu tidak mampu mengendalikan anak buahnya yang telah lama keluar jalur aturan.
“Masyarakat DKI berharap banyak kepada Asep Kuswanto untuk membawa perubahan pada penanganan kebersihan dan retribusi persampahan, tapi faktanya gatot, alias gagal total. Retribusi sampah, baik dari masyarakat umum, maupun retribusi sampah usaha banyak tidak masuk PAD dan masuk kantong pribadi,” tuturnya. Anggiat















