banner 728x250

Tim Perjuangan Dumai Harus Gerak Cepat Temui DPR RI dan Menteri ESDM

judul gambar

DUMAI, MEDIA TRANSPARANCY – Humas Tim Perjuangan Jerfrizar menambahkan, pihaknya terus mematangkan langkah-langkah   perjuangan untuk menuntut hak Dumai di Blok Rokan. Bahkan, pihaknya sudah mendapat dukungan juga dari Wali Kota Dumai. Sabtu, ( 29/05/21).

“Kita sudah matangkan persiapan untuk memperjuangkan hak Dumai atas alih kelola Blok Rokan di tingkat pusat. Insya Allah, dalam waktu dekat kita akan temui DPR RI dan Menteri ESDM,” ujar Agoes S. Alam, Ketua Tim Perumus Atas Kebijakan Peralihan Pengelolaan Blok Rokan (TPAK-P2BR), kemarin.

judul gambar

Hal ini dinilainya sangat penting karena bila mengacu dalam pemahaman Undang-Undang Migas itu, maka harusnya Kota Dumai mendapat bagian dana bagi hasil dari participation interest (PI) sebesar 10 persen yang didapat Provinsi Riau dari pasca alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron ke PT Pertamina.

Didampingi Humas Tim Jefrizar dan Wakil Sekretaris Ismail Abdul Aziz, Agoes menjelaskan agenda pihaknya untuk menemui DPR RI melalui Komisi VII dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menegaskan bahwa di Kota Dumai itu adanya kegiatan hulu minyak dan gas (migas).

“Perjuangan ini kita lakukan bersama demi memberikan kontribusi terbaik buat daerah dan masyarakat kita ini. Kita minta kepada pemerintah pusat untuk mengembalikan hak Kota Dumai sebagai bagian dari usaha hulu migas, yang selama ini dihilangkan,” ujarnya

Perjuangan masyarakat Kota Dumai untuk mendapatkan haknya atas alih kelola Blok Rokan terus berlanjut. Dalam waktu dekat tim perjuangan segera menyampaikan tuntutannya ke DPR RI dan Menteri ESDM di Jakarta.

Namun, hingga hari ini Kota Dumai tidak masuk hitungan untuk mendapat bagian dari PI 10 persen tersebut. Hal tersebut karena Keputusan Menteri ESDM yang tidak mengacu UU Migas, sehingga tidak masuk dalam bagian dalam daerah penghasil.

Keputusan ESDM tersebut membuat kriteria baru, terutama dalam dictum 3, tentang daerah penghasil. Yang menyebutkan bahwa daerah penghasil migas itu adalah daerah kabupaten/kota yang di dalamnya ada sumur minyaknya, ada mesin angguknya, atau terdapatnya kepala produksi (welhet).

Jika mengacu kriteria itu, maka Dumai tidak dapat dari bagian PI 10 persen itu. Persoalannya, kriteria yang dibuat Menteri ESDM itu tidak mengacu pada UU. Jadi, seluruh elemen masyarakat dan Pemko Dumai minta kepada Menteri ESDM agar merubah keputusannya atau merevisi aturannya yang tidak sesuai dengan UU.

Dengan dictum 3 tentang kriteria daerah penghasil itu membuat Kota Dumai selama ini dirugikan. Tidak hanya dirugikan dalam bagi hasil PI 10 persen di Blok Rokan, tetapi lebih luas dirugikan dalam dana bagi hasil migas di APBN dan kontrak-kontrak kerja lainnya. Hal ini karena dalam diktum itu tidak memasukkan Dumai sebagai daerah penghasil. Padahal, dalam ketentuan UU Migas bahwa daerah penghasil itu adalah daerah yang di dalamnya terdapat kegiatan hulu migas, yaitu mulai dari kegiatan produksi pada pipa angguknya hingga ke titik serah di Terimnal ATC.

“Masyarakat Dumai sudah sadar dengan kebijakan Menteri ESDM yang merugikan Kota Dumai. Karena itu, saat ini Kota Dumai tak mau terima dengan kebijakan yang merugikan itu. Dimana kebijakan itu jelas bertentangan dengan UU,” ujarnya.

Jika bicara sesuai UU, dia menilai  sah-sah saja Dumai minta keadilan. Sebab, di Kota Dumai ini punya fasilitas kegiatan penting kegiatan hulu migas. Selama ini Kota Dumai tidak dianggap, meskipun memiliki banyak  kegiatan hulu migas. Kenyataan ini tentunya tak bisa lagi diterima, karena telah merugikan daerah.

Perjuangan Dumai ini dalam rangka untuk menegakkan UU No. 22 Tahun 2001 dan PP No.35 Tahun 2004. Bila Menteri ESDM tidak mengacu kepada aturan tersebut, maka dinilainya jelas merupakan tindakan inkonstitusional.

REPORTER :KURNIAWAN
judul gambar

Leave a Reply

Your email address will not be published.