JAKARTA, MediaTransparancy.com | Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat terus menggencarkan penyidikan kasus dugaan korupsi kredit fiktif. Seorang ibu dan anak serta seorang Relation Manager satu bank pelat merah ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiga tersangka tersebut bahkan ditahan penyidik pidana khusus Kejari Jakarta Pusat. Tersangka dengan jabatan Relation Manager inisial FHS. Sedangkan ibu dan anak dari pihak swasta inisial MLG dan LPN.
Demikian sementara perkembangan penyidikan kasus kredit fiktif tersebut. Perkembangan baru bisa saja terjadi, termasuk tersangka baru, jika ditemukan petunjuk atau alat bukti yang cukup akan keterlibatannya dalam kasus tersebut. Ini didapatkan penyidik dari hasil pengembangan penyidikan.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Pusat, Antonius Despinola, Kamis (20/11/2025), menyebutkan penetapan tersangka dilakukan pihaknya setelah melakukan pemeriksaan secara intensif, sekitar dua pekan lalu dan kemudian dilakukan gelar perkara (ekspos).
Dia menyebutkan tersangka berinisial MLG selaku Direktur PT Dunia Pangan Gosyen dan anaknya berinisial LPN selaku Direktur Utama PT Goshen Sejahtera Utama, sekaligus pihak yang mengajukan kredit tersebut pada Bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) senilai Rp 122 miliar.
Pengajuan kredit modal kerja diajukan oleh Debitur PT Dunia Pangan Gosyen (PT DPG), PT Citra Karya Tobindo (PT CKT) dan PT Gosyen Sejahtera Utama (PT GSU) menggunakan Surat Perintah Kerja (SPK) diduga fiktif sebagai dasar pengajuan Kredit Modal Kerja (KMK).
Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kajari Jakarta Pusat: 1. Surat Perintah Nomor : PRINT- 2565/M.1.10/Fd.1/11/2025 tanggal 17 November 2025 atas nama Frengki Hasoloan Sianturi; 2. Surat Perintah Nomor : PRINT- 2561/M.1.10/Fd.1/11/2025 tanggal 17 November 2025 atas nama Maria Lastry Gultom dan 3. Surat Perintah Nomor : PRINT- 2563/M.1.10/Fd.1/11/2025 tanggal 17 November 2025 atas nama Li Putri Nazara didapatkan 2 alat bukti yang cukup untuk menetapkan ketiganya sebagai tersangka.
Setelah permohonan kredit tersebut dianalisa oleh Tersangka FHS selaku Relationship Manager (RM) tanpa mengakomodir prinsip kehati-hatian atau tanpa melakukanbverifikasi secara detail. Sehingga permohonan kredit tersebut disetujui dan diajukan kepimpinan yang selanjutnya kredit tersebut dicairkan sejumlah Rp. 122 miliar.
Kajari menjelaskan, setelah cair uang tersebut di transfer oleh tersangka MLG ke-4 rekening perusahaan lain atau perusahaan cangkang yang masih dikuasai oleh tersangka MLG dan LPN selaku debitur.
Tersangka FHS juga mendapat bagian sejumlah kurang lebih Rp 800 juta. Saat ini kredit tersebut telah dinyatakan macet (Called 5).
Atas perbuatannya itu, ketiga tersangka dipersalahkan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambahdengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP (primair).
Sedangkan subsidiair melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. (WP)*















