Jakarta Mediatransparancy.com
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang memeriksa dan mengadili berkas perkara penyiraman air keras terhadap korban Novel Salim Baswedan tanpa intervensi dari pihak manapun.
Berkas perkara yang melibatkan dua oknum anggota Polri Kesatuan Brimob Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis itu, akan divonis 16/7/20, Kamis pekan ini. Kedua terdakwa akan divonis sesuai fakta fakta, keterangan saksi, barang bukti yang terungkap dalam persidangan dan tidak ada pengaruh pihak manapun.
Vonis yang dijatuhkan tentu akan berkeadilan, berkebenaran dan bernurani serta bisa dipertanggung jawabkan.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Tumpanuli Marbun SH MH, menyampaikan hal itu menyikapi putusan yang akan dibacakan hari Kamis.
Tumpanuli berkeyakinan, putusan majelis hakim pimpinan Djuyamto didampingi hakim anggota Agus Darwanta dan Taufan Mandala, benar-benar tanpa intervensi dari mana pun. “Hakim itu independen, konsisten dan menjunjung kemerdekaan profesinya sebagai hakim. Sehingga diharapkan para pihak, baik kedua terdakwa maupun saksi korban Novel Baswedan menerima putusan dengan rasa keadilan yang terpenuhi”, ujarnya 14/7/20.
Tumpanuli berharap, jangan sampai ada kekhawatiran para pihak apalagi tudingan bahwa putusan bermuatan politik, sponsor apalagi putusan peradilan sandiwara.
Sejak awal Ketua PN Jakarta Utara sudah mengkhawatirkan kemungkinan adanya “intrik-intrik” bakal mewarnai persidangan, sehingga dipilih majelis hakim yang betul-betul kuat menepiskan intervensi dari sisi mana pun datangnya.
Dengan pertimbangan kemungkinan bakal ada kecurigaan-kecurigaan intervensi pada putusan perkara yang mengundang perhatian masyarakat itu. Maka untuk menepis semua kemungkinan itu sejak awal persidangan dilakukan secara live streaming. Semua fakta-fakta yang terungkap selama persidangan direkam sebagaimana adanya. Itulah yang membuat persidangan kasus air keras ini jauh dari rekayasa, pemutarbalikan fakta apalagi persidangan sandiwara sebagaimana ditudingkan, katanya.
Humas menambahkan, menanggapi adanya penggiringan opini publik dari pihak korban yang menyebutkan air aki bukan air keras dan disebutkan sebagai suatu kejanggalan, kata Tumpanuli, sebagaimana dijelaskan oleh ahli kimia forensik di dalam persidangan bahwa air aki (H2S04) termasuk jenis air keras, sehingga tanpa disebutkan sebagai air keras pun air aki sudah merupakan air keras.
Demikian pula soal baju gamis yang robek di bagian dada yang juga dianggap sebagai suatu kejanggalan karena yang dipakai saksi korban Novel Baswedan saat kejadian penyiraman masih utuh, menurut Tumpanuli, sebagaimana terungkap robeknya baju di bagian dada karena sengaja digunting oleh tim Puslabfor Mabes Polri untuk sample pemeriksaan jenis zat apa yang disiramkan kepada korban Novel Baswedan.
Para saksi yang menolong Novel Baswedan ketika ditunjukkan baju gamis sebagai barang bukti dalam kesaksiannya dalam persidangan juga menyatakan bahwa baju gamis tersebut milik korban Novel Baswedan.
Masih untuk menjawab opini miring yang digulirkan pihak korban bahwa sidang kasus itu seperti dikebut, Tumpanuli dengan tegas menyatakan sesuai fakta sidang pernah ditunda 4 pekan atas permohonan Novel Baswedan sendiri dengan alasan kesehatan dan suasana Covid-19.
Oleh karena jumlah saksi cukup banyak, ada 24 orang saksi, maka untuk mengantisifasi masa penahanan kedua terdakwa tidak terlampaui sehingga persidangan pun dilakukan dua kali dalam seminggu.
Dalam hal ini, selama persidangan kasus Novel tidak ada sandiwara, persidangan terbuka untuk umum, semua dapat menyaksikan persidangan. Sementara semua hasil persidangan ada rekaman nya.
Oleh karena itu, “kami berharap kepada para pihak janganlah mengumbar tudingan tudingan yang negatif terhadap persidangan kasus penyiraman air keras ini sebab, setiap persidangan pasti sesuai fakta dan ada rekamannya”, ujarnya mengakhiri. P.Sianturi















